Kamis, 01 November 2012

BACA HATIKU


Lelaki itu kukenal dari dunia maya, dan kita ketemuan di hari yang sama. aku chatting dari kantor dan dia mengajak aku bergabung di organisasi Jurnalis miliknya, tidak tanggung tanggung dia menawariku posisi menjadi sekretaris pribadinya, sebagai seorang Jurnalis tentu saja aku tidak menolak.
"Nanti sore kita ketemu yah?", aku sebenarnya lupa sorenya kami ada janji ketemu karena dia tidak menentukan jam berapa bertemu dan hanya memberitahu dimana kami akan bertemu.
Namun tak sengaja ketika akan membeli nasi sore hari, aku melihat sosok yang wajahnya tadi siang ada di facebook.
"Bang Chris..?", dia menyambut hangat tanganku.
"Iya aku Chris..".senyumnya lebar.
kami berbincang sejenak sebelum akhirnya dia menawarkan kembali niatnya untuk mengajak aku menjadi sekretaris pribadinya.
aku teringat sejenak aktivitasku di kantor, kadang aku pulang jam sebelas malam, kadang lebih.
aku menolak halus ketika itu..
"Makasih bang, atas tawarannya...tapi kesibukanku di kantor cukup padat, kayaknya sementara belum bisa deh, nanti kalau udah bisa aku kabari abang...", dia kembali pulang ke kostannya dan aku kembali ke kantor menemani mas Donny bagian web yang sedang lembur.
Ringgon menelponku, seorang polisi dari Poso yang akhir akhir ini rajin mengirimkan suaranya lewat hp untuk kudengar. tak sampai dua detik, hpnya sudah aku angkat...
Ada rasa nyaman setiap kali mendengar suaranya....
"Ciyee..ciyee..Poso..Poso..!", teman teman di kantorku memanggil nama Ringgon dengan sebutan Poso, itu karena dia setiap hari menelpon hingga teman temanku pada hafal, nada dering dan nama di hpku, teman temanku selalu penasaran dengan nama aslinya, berusaha mengorek ngorek, namun hanya kusimpan untukku sendiri.
"Mas Donny..jangan sirik ah, telpon aja tuh si dedek..", Dedek itu "brondongnya" mas Donny, mas Donny termasuk aliran LGBT, pacarnya cowok muda nan ganteng, berbanding terbalik dengan wajah mas Donny yang bulet gendut dengan wajah standar..dulu aku selalu beranggapan kalau semua penganut homoseks padti ganteng, bertampang terawat, dan penampilannya metroseksual..maaf kata ternyata mas Donny pengecualian.
"Serius amat, Poso ya yang nelpon?".
"Mau tauuu aja, papanya anak anak..!" ledekku
"Siapa tuh..?", Ringgon dari seberang
"Ada cowok, mau kenalan nggak?"
"Ah..masa sama cowok?, cewek dong..!", aku mendadak manyun mendengar permintaan itu. kebiasaan buruknya...atau memang aku yang lagi dilanda sindrom "jealous"?.
"Ogah...", tanpa sadar aku nyeletuk.
"Mau nggak, sama cowok..dia suka sama cowok juga lho..", aku ngeledek
"Ah ..sembarangan..".
Aku membuka layar komputer sembari membuka layar facebook.
"Lagi ngapain?", Ringgon bertanya
"Lagi online.., online dong..", Aku membujuknya. Ringgon menolak dan lebih memilih main playstation.
Chris menyapaku "Dek.."
"Eh, abang sudah sampai?".
"Sudah dek.."
"Mas Don, inget ga cowok yang tadi?" mas Donny lagi serius dengan laptopnya.
"Iya?, kenapa?"
"Aku ditawari jadi sekretaris pribadinya..".
"Hmm...modus tuh.." Donny serius
"Ah..dikit dikit modus.."sedikit jengkel
"Serius, dia itu kelihatannya bukan wartawan deh..mungkin sejenis intelijen..!!".mas Donny masih dengan mimik serius.
"Jangan berlebihan ah..".
Aku sambil ngobrol dengan Ringgon di telepon.
"Dek, lagi telponan sama siapa sih?, abang telpon ga masuk masuk..". Chris on chatting.
"Maaf bang..!"
"Apa pendapat Mey tentang abang?" Chris mengetik
"Maaf bang, Mey belum bisa simpulkan kita kan baru ketemuan, ngga mudah mengambil kesimpulan kan pada pertemuan pertama?", balasku dengan bahasa diplomatis.
Chris mengalah....

Suasana di kantor sedang rame  dengan kehadiran seorang ibu yang mengaku pengusaha dari Malaysia, sudah dua minggu lebih aku menemaninya kesana kemari, makin lama aku merasa sosok yang satu ini sangat misterius.
minta dibayarin makan, minta difasilitasi apartemen, belum lagi minta antar jemput kantor, aku mulai gerah.
"Ibu Khadijah ada?", aku sedikit malas. paling aku disuruh menjadi guidenya lagi atau "jongos"nya.
benar saja..."Mey, untung kamu datang, ibu lagi lapar, tolong belikan ibu gado gado..", aku bersikap menunggu.
"Pakai saja duit kamu punya dulu, nanti pasti ibu ganti..", Dasar Malaysia, dimana mana sama..aku setengah mengutuk dalam hati.
Chris menelpon mengajak jalan ke Ancol, sebenarnya aku tidak berniat menolak namun kehadiran bu Khadijah cukup menyita waktuku.
dia harus ditemani kemana mana, akhirnya dengan halus aku menolak..
"Maaf bang, sebenarnya aku mau jalan sama abang, tapi ada tamu dari Malaysia yang tidak bisa ditinggal..".
"Ah, banyak alasan adek, setiap diajak jalan pasti nolak, setiap ditelpon pasti menunggu..". dengan nada sedikit pasrah.
"Bang, aku minta maaf, nanti kalau ada waktu, aku pasti telpon abang...".janjiku.

Sudah hampir beberapa bulan sejak aku kenal Chris, dia masih saja mencoba mengajakku jalan atau makan, tapi entah mengapa kadang ada saja halangannya, pada saat waktuku bisa, hpku yang bermasalah.
akhirnya aku menyerah tak berani menjanjikan apapun lagi padanya..
Suatu kali...
"Dek, kenal Iwan Piliang tidak?".
"Nggak bang.."jawabku polos
"Dia itu penulis beken dan terkenal, mau ngga abang kenalkan dengannya?", aku menatap mbak Ratih yang lagi serius didepan laptop ", Mbak, kenal Iwan Piliang tidak?", mbak Ratih menatapku terkesima ",Wah..penulis terkenal itu, dia padahal mulanya menulis di kompasiana gitu, tapi sekarang terkenal banget, hebat..".mbak Ratih terlihat memuji. wajahku turut sumringah ketularan semangatnya mbak Ratih, "Serius mbak?", mbak Ratih tersenyum berseri "Eh, kenapa?"
"Ini ada yang mau ngenalin aku sama Iwan Piliang..."
"Seriussss?", mbak Ratih hampir tidak percaya.
"Iya.."
"Siapa?"
"Itu, Jurnalis yang pernah main ke kantor kita..", mbak Ratih langsung hafal.
"Dia naksir kali sama Mey.."
"Ah, mbak Ratih bisa aja...".
"Pastilah, sampe segitunya nyari relasi buat Mey?", Ratih dengan nada serius.

Aku melupakan peristiwa itu sampai satu ketika Chris menelponku kembali.
"Dek, mau nggak kerja di FLP?"
"Wah, mau banget bang..", saya tahu itu sebuah penerbitan yang sangat terkenal, kalau karyaku bisa sampai menembus penerbitan itu, aduh ..seperti mimpi.
"Ya udah, kapan kita bisa ketemu?"
"Terserah abang deh..", yang ada dibayanganku hanyalah bisa menembus penerbit Forum Lingkar Pena.meski Chris mungkin punya misi lain yang tidak kupahami.
"Dek,.."
"Iya bang?"
"Mau jalan nggak?"
"Mau bang, asal abang bawa dulu aku ke FLP..", duh teganya aku padahal untuk dia yang mengajak jalan saja aku masih meminta syarat.
Chris tak menolak, meski pada akhirnya lagi lagi entah karena alasan apa kami tetap tak jadi jalan jalan, dan diam diam aku lega.

Suasana di kantor lagi tidak kondusif, gaji karyawan mandeg dibayar, sementara waktu pembayaran kost hampir tiba.
Chris lagi lagi menawarkan bantuan, dan saya menolak.
"Kok bisa belum gajian dek?"
"Ngga tau bang, belum ada duit kali bapak..", kilahku
"Kerja dikantor abang saja dek..", saya menolak dengan halus, bagaimanapun saya masih berusaha loyal pada kantor saya.
"Makasih bang.."
"Apa itu penolakan de..?" Chris bertanya hati hati
"Maaf bang..".Chris mengerti

Dan pada akhirnya memang bukan hanya tak mampu bayar gaji karyawan tapi juga berujung pada "merumahkan" karyawan, termasuk saya..tapi sebenarnya saya tahu alasan direktur memecat saya bukan alasan keuangan semata, namun lebih karena "sikap keras" saya membela teman teman saya yang belum gajian, terutama ada seorang OB yang baik hati dan tidak neko neko, rasanya saya rela menyerahkan seluruh gaji saya untuk ditukarkan ke sosok ini, yang penting dia tidak dipecat.
Di dalam bis yang menuju Mega Matra, saya sempat bercerita sedikit dengan ibu Asih, bagian keuangan "Saya sebenarnya tahu kenapa saya dirumahkan bu..".
"Ibu juga tahu, karena kamu terlalu gigih membela teman teman kamu, ibu sebenarnya ingin nangis melihat perjuanganmu..". Ibu Asih dengan nada prihatin.
"Tenang saja bu, saya bisa mengatasinya, saya sudah pernah mengatasi masa masa sulit seperti ini..".aku berusaha tegar, kendati aku sangat tahu ketidak adilan yang kurasakan akan sangat mempengaruhi keuanganku beberapa bulan kedepan.
aku kilas balik ke belakang...
beberapa waktu yang lalu, salah seorang anak bagian web minta handy cam pada bapak direktur, bapak mengatakan tidak ada uang, namun mas donny langsung menawarkan solusi ",pake kartu kreditnya pak Tono saja..", waktu itu aku hanya bisa menatap Donny kesal.
dan berujung petaka, saat giliran pembayaran cicilan pertama, pak Tono kelabakan, jelas dia kelimpungan karena bukan dirinya yang menggunakan kartu kredit dengan limit tagihan sebesar itu.
semua saling melempar argumen, tidak ada yang bersedia membayar, akhirnya karena kasihan dengan pak Tono, aku menelpon Donny.
"Mas Donny, tanggung jawab dong kartu kreditnya pak Tono..", Donny berkelit bahwa itu semua bukan urusan dirinya, bapak yang bertanggung jawab.
Akhirnya aku berkata "Baik, kalau begitu suruh bapak bertanggung jawab. bilang Mey yang ngomong, jangan lupa sampaikan kepada bapak jangan asal make aja, tapi nggak mau tanggungjawab samasekali..".nada suaraku geram.
Malamnya aku kembali menghubungi bapak dan mempertanyakan tagihan kartu kredit pak Tono, bapak mengatakan itu bukan urusanku dengan nada kasar.
Kami tiba di Mega Matra, menunggu bapak hingga malam. aku cerita banyak dengan ibu Asih. dia terlihat sangat sedih dan hampir menangis "Ibu tenang saja, aku akan baik baik saja...".aku berusaha tegar.
"Kalau saja bapak bisa melihat siapa kamu..".
"Suatu saat bapak akan tahu bu..ibu percaya dengan saya..".
sepulang dari hotel, kemalaman, pintu kostan sudah terkunci..
Aku melihat Chris online..
"Hai bang..?", aku menyapanya.
"Hai dek?"
"Udah gimana kasusmu?", Chris perhatian.
"Tidak apa apa bang,. aku cuma dipecat...!" dengan bahasa nyantai
"Dipecat kamu bilang cuma..?", chattingnya dari seberang
"Ngga apa apa bang, ini cuma proses yang semua orang pernah ngalamin.."
"Kamu mau ngga dek tinggal sama abang?", saya terhenyak kaget tapi tidak bertanya, "Tidak bang, makasih.."
"Kalau kamu gimana gimana, abang kepikiran dek..", aku membalas "Abang, aku percaya sama Tuhan, aku tidak akan kenapa kenapa, lagian uang kost bulan ini sudah kubayar..".
"Trus bulan depan?, makanmu gimana?", nadanya seperti orang panik.
"Bang, aku pasti baik baik saja, aku bisa nulis..", aku mencoba menenangkan hatinya.
"Anak SD juga bisa nulis dek.."
"Maksudnya aku bisa nulis fiksi bang, buat bertahan pasti amanlah, jangan kuatir..".
"Kamu adalah manusia yang egois, apatis dan sangat sombong, percaya bahwa kamu bisa hidup sendirian tanpa orang lain..", Chris sedikit kesal, namun aku membantah "Maaf bang, saya ngga pernah melibatkan siapapun untuk siapapun yang sedang saya hadapi..".
"Benar, kamu sombong..kamu tidak bisa membaca hatiku.."
"Maksudnya?", aku mengernyitkan kening.
"Kamu tidak bisa mengerti hatiku?, atau kamu pura pura?", Chris jengkel
"Mungkin tadinya aku tidak mengerti, tapi setelah membaca kalimat ini aku jadi berfikir mungkin abang suka padaku?", tanyaku hati hati.
"Dari awal dek, dari pertama kita bertemu..", Degg, hatiku serasa disentak...jadi selama ini?.
"Adek pernah nggak menyukai aku?", aku menghela nafas panjang lalu membalas
"Maaf bang, terimakasih sebelumnya, tapi aku merindukan seseorang, seseorang yang akhir akhir ini selalu menemani waktuku, kalau aku menangis atau sedih, aku bisa cerita apapun padanya. maaf aku sedang memintanya pada Tuhan...", dengan berat hati.
Karena jujur dari awal aku tak pernah ingin menyakiti atau melukai siapapun.
"Pantas, kamu ngga pernah peka selama ini..kamu memang ngga pernah ada hati ke abang, maaf abang kira kamu mengerti isi hati abang...", aku hanya terdiam kaku. merasakan lukanya membuatku tergugu.
"Maafkan aku...", hanya bisa dalam hati.

#Buat seseorang yang maafkan aku tidak bisa memberimu harapan.

TEMANI AKU CINTA


Kisah ini terinspirasi dari kehidupan nyata yang kualami beberapa bulan terakhir tentang kuatnya cinta dan persahabatan dari orang orang yang mencintaiku....

Puncak kekesalanku semakin menjadi setelah mendengar cerita dari mas Suntono, bagian sirkulasi kantor tentang kelakuan Donny, baru beberapa minggu kemarin aku dan teman teman redaksi sampai mengadakan rapat khusus dengan bapak direktur mengenai kalimat kalimat yang terlontar dari mulut makhluk gembul itu.
pas peluncuran buku Jokowi ketika masih kampanye menjelang pemilihan Gubernur Jakarta.
"Mbak Mey katanya mau dirumahkan..", celetuk mas Suntono tiba tiba.
selera makanku langsung menghilang, khabar burung mendadak dimana bahkan sedikit tiupan anginpun tak menyampaikan khabarnya padaku.
"Mas tau darimana?", aku kenal betu mas Tono, lelaki ramah satu ini bukan orang yang suka menghembuskan khabar burung, pasti ada yang meniupkan khabar itu..sudah tersirat satu nama, namun aku mau memastikannya lebih dulu.
"Dari Donny mbak, dia menyampaikannya didepan semua orang..." mas Tono dengan wajah serius.
"Hmm..sudah saya duga tadi mas, dikantor kita cuma satu nama itu yang biang kerok...aseeeem".
dalam hatiku kesal, sepanjang jalan perjalanan balik ke kantor dari Gramedia Matraman tempat acaranya Jokowi, saya mendidih kesal.
Mas Tono membonceng saya pelan pelan, sembari mengajak saya ngobrol...
"Tapi mas, kayaknya ngga mungkin deh ibu Asih merumahkan saya, bukannya saya geer dan merasa sok dibutuhkan yah, tapi masalahnya baru kemarin ibu Asih bilang kalau misalnya dapat kantor yang modelnya rumah, bu Asih mau ngajak saya tinggal bareng..".
"Makanya, yang harus kita hati hati tuh si kunyuk satu itu...".
aku hanya bisa menghela nafas panjang....
setiba di kantor....
Ibu Asih, manager keuangan memanggil saya, mas Suntono langsung menuju ruangan lain.
"Mey, tanda tangan disini..!". menyerahkan slip gaji kehadapan saya..
aku mengembalikan slip gaji ke depan Ibu Asih.."Ibu pegang saja, saya mau ngomong sesuatu..", sebagai seorang yang sudah berpengalaman, beliau menangkap gurat kegelisahan diwajahku.
"Ada apa Mey?".
"Gini, bu, saya to the point aja, saya mungkin orang yang sombong menurut pandangan ibu, tapi sebelum ibu memecat saya, mending saya mengundurkan diri duluan, ini masalah prinsip bu..soal gaji saya, saya ngga mau ngambil, ibu pegang saja..".
Ibu Asih tersenyum keibuan ", Kamu dengar berita itu dari siapa?"
"Ada bu, ibu ngga perlu tau..", Ibu Asih terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata tegas "Kalau begitu, saya anggap kamu ngarang, kamu keluar sekarang juga..", aku gelagapan jadinya. "Doni bu, tapi saya tahu dari mas Tono...". Ibu Asih terdiam mengerti.
Mas Tono masuk keruangan disusul Doni, "Ibu Asih, saya mau beli handycam, sudah izin sama bapak..", "Kita lagi ngga ada dana lebih..", jawab bu Asih tegas
"Saya udah izin bapak bu, pakai kartu kreditnya pak Suntono..!" Doni seperti biasa dengan kalimat andalannya, aku hanya menatap gemas cowok itu.

Senin, 29 Oktober 2012

CINTAI AKU LAGI

Nay sedang menunggu jemputan ketika cowok itu melintas dihadapannya, tepatnya sengaja melintas. sudah beberapa hari ini coba mencuri perhatian. siapa tak kenal Nayaka, putri pemilik hotel dan property yang terkenal dan sering masuk TV.
Wajahnya cantik dan menarik, banyak pria jatuh hati tapi pada akhirnya patah hati dengan sikap Nay yang cenderung dingin.
"Hai...", sapa Rio, pemuda yang suka nganterin koran ke depan rumahnya.
Nay menutup hidungnya, seolah jijik dan merasa bau dengan kehadiran cowok bertampang lusuh tapi sebenarnya cukup manis itu.
Rio mencium lengan bajunya, "Tidak bau kok..., sedang nunggu jemputan yah..". merapat, Nay bergeser sambil memesan teh botol, Rio belagak pahlawan. "Ibu, aye yang bayar...", "Lagak loe, utang loe aja belum lunas, giliran cewek cakep aja, sok pahlawan...". Ibu penjaga kios tempat Nay duduk ngeledek. "Ah ibu mah, nyerocos aja kayak ban pecah, kagak bisa liat orang senang...".Rio, tersenyum malu malu.
"Nah, begitu, tau diri..anak gedongan digebet, mane mau dienya..", Ibu penjaga kantin mencibir.
"Namanya juga usaha bu, ya neng...".Nay terdiam membuang pandangan.
"Neng...", Nay melotot kesal
"Duh, kalau melotot, matanya bulat indah, tambah cakep..".
Nay dalam hati kesal, biasanya cowok cowok yang PDKT begitu melihat sikapnya yang dingin langsung mundur. cowok ini lain..mana nggak punya modal lagi...
Nay melamun resah, ibunya belum juga datang menjemput, semakin gerah dengan kehadiran cowok lebay disampingnya ini.

Saat pertama kali ku dengar suaramu
Hati kecilku berkata ada sesuatu (I love you)
Mungkinkah dia gadis terakhir untukku
Yg selama ini kudambakan
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Sampai akhirnya ku kenal kau lebih jauh
Hingga aku yakin kamulah yg terindah
Meski dinginnya sikapmu akan tingkahku
Sedikitpun aku tak peduli
Pelit senyumanmu di depanku
Semakin membuatku penasaran
Berharap nanti kau ku miliki
Sampai di ujung senja
Reff:
Maafkanlah sayang bila kau tak berkenan
Mungkin aku hanya lelaki hina
Bermodalkan cinta
Tulus kesetiaan kepadamu
Sampai akhirnya ku kenal kau lebih jauh
Hingga aku yakin kamulah yg terindah
Meski dinginnya sikapmu akan tingkahku
Sedikitpun aku tak peduli
Pelit senyumanmu di depanku
Semakin membuatku penasaran
Berharap nanti kau ku miliki
Sampai di ujung senja

Sebisanya kan kusenangkan kau selalu
Meski hanya dengan sebuah lagu
Lagu tentang cinta
Cintaku kepadamu saat ini

Maafkanlah sayang bila kau tak berkenan
Mungkin aku hanya lelaki gila
Bermodalkan cinta
Tulus kesetiaan kepadamu
Suara lelaki itu diiringi gitar tiba tiba saja sudah tepat disisi telinganya, Nay melotot galak meski tak urung mengagumi suara ciamiknya cowok kecentilan itu, diam diam Nay menikmatinya dalam hati.
"Suaranya boleh juga..", dalam hatinya dengan senyumnya tertahan.
Bunyi klakson yang sudah dihafalnya, Ibu......
Mobil berlalu, Rio memandangi hingga ujung pandangannya mobil Nay berlalu...

Besoknya lagi, Nay turun dari mobil dengan keangkuhan yang sama, langkahnya tertata menuju fakultas ekonomi. laki laki itu lagi...Nay putar arah, mencoba menghilangkan jejak.
Rio, yang buka lapak sate dikampusnya, laki laki itu sebenarnya gigih, pagi pagi sekali subuh sudah mengantarkan koran, siang sampai sore jualan sate dikampusnya, kalau malam jadi security kampus.
"Neng...I lop yu..".berteriak keras sambil melambaikan tangannya.
Nadine sahabat Nay menarik tangannya "Wah, sekarang gebetanmu tukang sate?, astaga...". tertawa tergelak.
"Ketawa lo sampai puas, gua pusing gimana ngadepin dia, anaknya beda sama yang lain, gigih, "Ehhh..Nay tak sadar setengah memuji.
"Nah lo..naga naganya, ada yang naksir nih..", wajah Nay bersemu merah.
"Dasar lo kucrut, bukan tipe gua...".
"Ehmm..."Nadine ngeledek
"Eh, sopan lo yee, gua ngga disekolahin buat jadi sarjana buat ngedapetin orang kayak dia, gak level..", Nay dengan kearoganannya yang biasa terpancar.
Nadine terdiam..

Jemputan supir belum juga datang, Nay sudah berjam jam menunggu dikantin kampus. hujan sudah mulai deras, Nay kesal. coba tadi dia naik taksi, sebelum hujan datang.
sekilas dilihatnya sekelebat bayangan menghindari hujan.
Rio....lagi lagi, Nay pasrah dengan kemunculan laki laki itu
"Eh, ada neng cantik.."
"Sialan..", makinya dalam hati
"Nunggu jemputan?, atau mau saya antar?". Rio menawarkan jasanya
"Pake gerobak dorong lo yang butut?, mikir lo pake otak....".
"Biar ngga bosen nunggu, main tebak tebakan gimana?". Rio menawarkan solusi, Nay membuang muka.
"Neng, bapak kamu pasti guru bahasa indonesia yah...", goda Rio lagi
"Apaan..bokap gua pengusaha..", Nay judes
"Soalnya bapak kamu sudah mengajari saya bagaimana cara mencintai neng...".gombal Rio
"Garing...", Nay tetap mempertahankan judesnya, "Biar nggak boring, gimana kalau saya nyanyi?," Nay teringat suara bagusnya Rio tempohari, tanpa sadar mengangguk. wajahnya tidak sejudes tadi. untuk pertama kalinya Rio terkesima...senyum itu, benar benar buatnya.."Alamakk..bidadariku tersenyum juga, cantiknya..", melongo sampai Nay memukul pundaknya, "Katanya mau nyanyi, bengong lo..".Rio mengambil gitar yang biasa dibawanya ke lapak.
"Request dong neng..."
"Lagu apa, terserah deh..". Nay mengalah.
Rio memetik gitarnya, Nay memandangnya dengan wajah terpana, cowok itu ternyata makin lama makin dilihat manis juga dan unik.
mobil jemputan Nay datang ",Makasih ya buat suaranya, aku mau pulang dulu...".

Dan sejak itu, Nay sudah tidak pernah judes lagi, kadang kadang mampir ke tempat sate Rio dan menyanyi bersama sama. Entah mengapa ada rasa bahagia yang membuncah dihati Nay setiap kali dekat dengan Rio, dia tidak pernah menemukan kedamaian seperti itu dirumahnya yang besar ataupun ketika hang out bersama teman temannya. ada sesuatu yang berbeda...dengan Rio, dia bisa bercanda dan bercerita tentang apa saja, kadang bisa betah berjam jam ditelpon bercanda ria dengan Rio. pokoknya rasanya sangat menyenangkan dan nyaman. beda dengan suasana dirumah yang begitu kaku dan protokoler, apalagi dengan teman teman yang tiap hari cuma bahas film, fashion dan salon...membosankan.
"Hei..", Nay menepuk punggung Rio yang tengah melamun didepan lapaknya.
"Eh..si neng..!"
"Pulang jam berapa?", Nay bertanya
"Jam lima, neng..!".
"Sekarang aja deh, nggak usah jualan dulu, saya mau ngajak kesuatu tempat..".Nay tiba tiba, Rio terbengong.
"Ok..bos!".
tanpa bertanya apa apa lagi.
Nay mengajak Rio ke tepi sebuah danau, "Aku sering kesini kalau kesepian", katanya sambil melempar batu ke danau.
"Neng, pernah kesepian?". Rio memandang tak percaya, gadis itu harusnya bahagia dengan apa yang dimilikinya saat ini.
"Sangat Yo, aku ngga pernah ketemu mama dirumah, sebagai seorang ibu dan anak, mama cuma memperlakukan aku sebagai bonekanya, aku ngga suka jurusan ekonomi, aku cuma dijemput dari kampus terus diantar kemanapun sama supir, bergabung dengan klub "the haves" yang manipulatif dan membosankan. hidupku punya warna sejak ada kamu..", memberanikan diri menggenggam tangan Rio, jantung Rio mendadak bergetar sangat hebat. saat saat seperti ini, cuma ada dalam mimpinya saja..hanya pernah ada dimimpinya.
"Yo..", bibir Rio mendadak terkunci rapat.
"Kamu mau nggak mencium aku Yo?", Rio menatap Nay tak percaya. gadis itu...kesambet apa sampai hari ini mendadak romantis dan melankonis.
Rio mencium kening Nay lembut.
"Cuma kening, Yo?". Nay makin berani.
"Sebagai lelaki aku pasti ingin lebih Nay, tapi kamu perempuan terhormat. aku harus menjaga itu, kita harus mampu saling menjaga diri...". Nay mendadak terisak, menangis tersedu. Rio kaget, "Nay..Nay..aku salah yah, maafkan aku..".
"Aku terharu Yo, aku bahagia, aku ingin dicintai olehmu..", mengeratkan genggamannya.
"Maksudnya?", Rio masih saja tak percaya
"Kamu cinta aku kan Yo?, kamu mau kan jadi orang yang sayang sama aku?". Rio mengangguk bahagia.

Setengah tahun menjalani hubungan backstreet, Nay sudah memperlihatkan separuh dari perubahannya, Nay yang kini baik dan suka menolong, meninggalkan dunia mall dan dugem, Nadine dan teman temannya sudah menangkap perubahan itu. mereka kehilangan donatur yang biasa "mendanai" kegiatan kegiatan salon dan belanja belanja.
Nadine sangat tahu, kedekatan Nay dan Rio penyebabnya...
Nadine sudah pernah menasehati Nay jangan terlalu dekat dengan Rio, namun, Nay tak perduli. hingga akhirnya Nay diancam oleh Nadine untuk diadukan pada ibunya...Nay tidak juga bergeming. cintanya pada Rio lebih besar dari apapun yang menghalanginya.
Hingga suatu hari......
"Nay, ibu tidak suka kamu dekat dengan anak gembel itu..", Ibunya mencoba dengan cara yang halus pada mulanya.
"Dia punya nama mama, Rio.."
"Kamu sudah kemakan cinta buta, pokoknya mama tidak mau tahu, kamu masih dekat dengan dia. maka kakinya akan mama patahkan kedua kakinya..", Nay terhenyak kaget, dia sungguh hafal tabiat kedua orang tuanya, mereka punya banyak kaki tangan untuk melakukan apapun yang mereka mau.termasuk memisahkan Rio dengan Nay.
Nay berlari kekamar dan menangis.

Tengah malam, Nay kabur dan menuju ke rumah Rio membawa baju. Minggat..
Rio membuka pintu dengan wajah setengah kaget dan masih mengantuk
"Nay?"
"Bawa aku pergi dari sini, Yo.., kita kabur dari kota ini..". Rio memeluk Nay dengan hangat. tiba tiba terdengar suara keras dari belakang Nay, Nay sontak kaget. dua orang laki laki memukul Nay hinga pingsan, yang dengarnya hanyalah lenguhan kesakitan dari Rio yang kakinya dilumpuhkan oleh kedua bodyguard yang menguntit Nay dari belakang.

Setelah dua minggu dirawat dirumah sakit, Nay tidak bisa lagi menahan rindunya pada kekasihnya Rio, begitu melihat Rio didepan rumahnya, Nay langsung memeluk hangat.
"Aku merindukanmu, Yo.."
"Aku juga sayang..".dengan kerinduan yang sama
"Kita jangan pisah yah, walaupun apapun yang terjadi?". Rio tidak berkata apa apa..
"Nay..?"
"Apa..?"
"Mulai hari ini kita tidak perlu smsan lagi, telponan lagi yah?", Rio dengan nada serius
Nay kaget "Kenapa?"
"Pake telepati aja, kan hati neng udah ada di abang..hahaha", setengah bercanda, tapi sebenarnya itu adalah kalimat yang serius, karena hari ini Rio sudah akan meninggalkan kota Jakarta untuk terakhir kalinya. Nay memukul bahunya "Kirain serius..", bisiknya manja..Rio hampir menangis. kedua orangtua Nay mengancam akan menghancurkan kehidupan keluarganya dikampung kalau Rio masih nekad melanjutkan hubungannya dengan Nayaka. hari ini adalah hari terakhir mereka bertemu dan Rio tidak mau menorehkan luka dihati Nay. Nay harus berbahagia melepasnya.

Sudah enam tahun, sejak lelaki itu menghilang, setiap minggu Nay selalu menyempatkan diri ke kantin kampus dimana mereka sering bertemu, bercanda dan bernyanyi bareng.
Rasa rindunya tak pernah pudar..
Nay menolak ikut pindah ke Amerika, dimana kedua orangtuanya sudah duluan pindah kesana.
Mungkin ini penantian terbodoh dan tanpa ujung, tapi Nay selalu percaya...suatu saat Rio kembali, untuknya, benar benar hanya untuknya, dan mencintainya lagi seperti dulu.

- TAMAT-

 

Selasa, 16 Oktober 2012

Pilihan

Rama sedang duduk melamun didepan rumahnya. menatap dalam dalam sms yang barusan masuk dari Yulia, kekasihnya..tepatnya mantan kekasihnya kini. "Maaf Ram, kayaknya kita harus putus deh, nilaiku semester ini jelek, aku harus belajar banyak..", Sebenarnya Rama sudah menangkap sinyal pemutusan hubungan kasih itu, Yulia sudah pindah ke lain hati. Ada yang lain hi hati Yuli kini..
Terkesan mendadak, tapi Rama tetaplah Rama..meskipun laki laki, namun sudah terlanjur mencintai Yuli sepenuh hati.

Semua campur, aduk jadi satu, marah, kesal, sakit hati, ternyata tak bisa dikalahkan dari hati yang biasanya terlihat tangguh itu. cinta memang hebat pengaruhnya, bisa "melumpuhkan" perasaan siapa saja, hati Rama seperti bola yang ditendang ke arah pohon kelapa...sakiiiiit.

Banyak hal yang sudah dilewatinya bersama Yulia, Yulia yang selalu memanjakannya, membujuknya kalau ngambeknya kambuh, bahkan saat saat menjagainya ketika Rama sakit..Ah...semua ternyata hanya sekejap saja. Tapi Rama tak berniat menangis meski hatinya terluka parah...Ah, Yulia, kenapa masih saja bikin rindu?.

Rama berniat menghapus semua sms dari Yulia, bahkan kalau perlu menghapus nomor handphone nya, meremove Yulia dari fesbuknya sekalian. semuanya hanya bikin sakit hati...mengapa pada saat begini Yulia harus meninggalkannya, pada saat Rama baru saja resign dari kantor?, luntang lantung tidak punya kerjaan, baru saja bertengkar dengan sahabat baiknya hanya karena salah menandatangani kontrak proyek, belum lagi adiknya si Doni berkasus disekolah karena tertangkap membawa narkoba...Mengapa Tuhan?, rasanya Rama ingin menyalahkan Tuhan saja..

Kepada Yulia, kepada dunia, kepada Tuhan, kepada wartawan sekalian, rasanya Rama ingin teriak ini sangat tidak adil...ugghhhhh.
Yulia....kenapa sekarang kamu perginya?, kenapa disaat aku sedang tidak punya masalah?, Rama ingin rasanya membenturkan kepalanya ke dinding biar amnesia sekalian. biar lupa sekalian kalau dia pernah kenal Yulia.

Rama menendang batu keras keras, hampir saja kena Ria, yang terlihat sangat ceria. cewek manis itu baru pulang dari Padang. wajahnya terlihat sangat kusam, Ria bukan tak memperhatikan itu, wajah Rama terlihat sangat tidak bersinar.
"Kenapa kamu?"
"Gak..!", Rama jutek
"Kamu ada masalah, cerita ma aku..!", Ria tersenyum manis. Rama sempat terkesima, baru nyadar ternyata senyum Ria manis banget.
"Gue diputusin...!", mukanya mendung
"Haha..baru segitu doang, cemen..!!", Ria menantang
"Kamu sih ngga tau gimana rasanya...", Rama menceritakan semua masalahnya pada Ria, dan Ria mendengarkan dengan sabar.
"Kamu bisa bayangin kan betapa gelapnya duniaku saat ini?", Bahasa tubuh Rama memang sangat terlihat punya "masalah", rambut acak acakan, kemeja kusut, warna hitam dibawah kelopak matanya, dan semangatnya yang sangat kendur.
Ria menggenggam tangan Rama pelan ", Dunia tidak segelap itu kali Ram, kamu pikir aku terlihat ceria ini aku nggak punya masalah?, pacarku juga selingkuh dan menghamili cewek lain, aku nyaris DO karena aku harus ngumpulin duit dengan kerja ekstra buat bantu biaya pengobatan papaku yang lagi diopname dirumah sakit, dan aku sendiri punya penyakit yang butuh obat buat disembuhin, lalu aku harus nangis gara gara semua itu?, aku harus marah marah supaya dunia tau?, nggak Ram..asal kamu tahu, sebagian orang terkadang simpati dengan masalah kita bukan karena mereka peduli, tapi karena mereka penasaran...jadi jangan sampai dunia tau kamu sedang berduka, apalagi cuma gara gara masalah patah hati...", Rama terhenyak kaget, Ria punya masalah sebesar itu dan masih bisa terlihat ceria?, Oh my....hebat sekali gadis ini..

"Ram, di dunia ini ada banyak sekali manusia, milyaran, dengan masalah mereka masing masing. coba tanya satu persatu, apa diantara mereka ada yang tidak punya masalah, nggak ada Ram, semua punya masalah.Sekarang terserah kamu, pilihanmu ada dua :Menangisi masalahmu dan membiarkannya menghancurkan hidupmu, atau kau bangkit dan atasi masalahmu?".

"Bagaimana kamu bisa setegar itu?", Rama mulai merasa ada sisi yang berbeda dari gadis ini yang tidak pernah diketahuinya sebelumnya.
atau dia memang tidak pernah memperhatikannya. Ria menghela nafas panjang, seakan berat namun berusaha untuk jujur.

"Hidup yang mengajariku untuk harus terus tangguh, kamu bahkan pernah menolak aku dulu kan?".
Rama terhenyak ",Aku, kamu pernah suka sama aku?".
Ria tersenyum lirih ", Aku kira kamu tahu, dari bahasa tubuhku...".
"Ayolah, Ria, aku memang pintar, tapi ngga mahir membaca hati seseorang...".
"Ah...sudahlah, aku juga sudah lupa bagian itu, tadi aku kesini karena aku dengar kau lagi di Jakarta, gimana Jogja enak yah?". Ria mengalihkan pembicaraan.
"Hmm...enak, tetapi menjadi tidak enak karena ada Yulia disana..!", dalam hati Rama perih.
Ria pamit pulang, dan Rama menatapnya dengan sorot mata yang berbeda...entahlah, tiba tiba ada sesuatu yang bertebaran dihatinya, sesuatu yang penuh "bunga".

Lima hari kemudian....
Sudah berdiri didepan rumah Ria, Ria sedikit tersenyum melihat perubahan wajah Rama. gadis itu menangkap aura kebahagiaan. "Mau balik ke Yogya?", Rama mengangguk mantap.
"Hati hati yah, salam buat gadismu..", Ria menduga pasti Rama sudah baikan lagi dengan Yulia.
"Aku mau ngomong..",
"Apa..?", Ria menangkap getaran suara Rama yang berbeda
"Kalau aku pulang kesini, mau nggak menunggu aku dengan perasaanmu yang selama ini?", Rama berusaha bersikap biasa, padahal sungguh mati..deg degan..rasanya seperti waktu dia nembak Yulia pertama kali.
"Maksudnya?".
Rama mengecup keningnya dan memeluk Ria, "Kamu pasti mengerti..", Ria hanya mengangguk, ada bahagia yang tak terlukiskan. "I love you too, Ram..".

Senin, 15 Oktober 2012

Ada Cinta di Ungaran

Tunggu aku di Duri




Di tanah rantau tiga orang jadi temanmu..
Dua orang jadi sahabatmu..
Maukah kau pulang untuk satu orang yang mencintaimu?

Chapter I
Lima tahun lalu saat musim tak jelas



Gak ngerti musim apa ini, yang jelas kadang hujan kadang mendung tak menentu. kadang tiba tiba panas...
Mey bingung, yang jelas sama sama gak jelas dengan suasana Meyra saat ini...
Antara gundah, kangen, marah kesal...
Harus berhadapan kembali dengan cowok yang sudah mencuri hatinya namun belum sempat dikembalikan padanya.
satu satunya.....
Makhluk ganteng yang meskipun sudah berkali kali menyakitinya namun tak pernah berhasil membuatnya sampai patah hati beneran.
Karena cowok manis itu selalu pintar membuat hatinya luluh...melting again..
selalu dengan trik yang sama namun sepanjang sejarah percintaan Meyra dan Dion, belom pernah gagal trik cowok itu.
Cowok pujaannya mulai dari SMU hingga mereka bertemu 4 tahun kemudian.
Tanpa sengaja bertemu diparkiran Numata Advertising, kantor Meyra bekerja sebagai copywriter. Jabatan resminya sih copywriter, kalau gak resminya..mungkin..ehmm..agak berat mengatakannya...jadi office girl...soalnya sering disuruh suruh sama si bos buat bikin teh manis, cappucino, jus melon, lemon tea kalau lagi ada klien datang.
Meyra agak malu ketika itu, gimana kalau pas dia ngobrol manis sama si ganteng itu tiba tiba bos nyuruh bikin kopi...tengsin kan?.
"Eh, kayak kenal deh..!" sosok itu menyapa ramah.
wow...dia ingat aku..oh my God!, jantung Meyra mendadak tak beraturan deburannya..
Wuaa...rasanya kayak mimpi ketemu pangeran satu itu..
Dulu aja, waktu mereka masih satu sekolah di SMU Santo Mikhael, Meyra suka curi curi pandang lewat jendela, Dion dikelas yang berbeda.
Abis wajahnya gemesin sih, gak bosan buat dinikmati..
"Aku juga, tapi lupa namanya siapa!" Meyra jaga imej...mana mungkin dia lupa sama cowok manis pengibar bendera cinta yang pertama kali dihatinya itu.
Dion yang selalu ikut kemanapun dia melangkah, bahkan setelah empat tahun berlalu....
Makin ganteng, mungkin karena sudah rajin merawat diri disalon. terlihat bersih tidak terlihat bekas bekas jerawat yang dulu mengisi wajah cowok manis bernama lengkap Dionisius Ignatius itu.
"Hmm..satu SMU dulu kan?, yang pernah dimarahi Bu Nainggolan karena suka nulis puisi pas jam pelajaran?"
Bahkan Dion ingat bahagian itu..
Ah....Meyra tersenyum malu sendiri.
"Lagi sibuk?, Kerja disini ya?" Dion menyapa dengan gaya khasnya, yang membuat cewek cewek hatinya bergetar tak menentu.
Tulus....
Meyra mengangguk kalem. sedikit takut juga kalo tiba tiba bosnya yang super killer itu bakal memergokinya ngobrol berduaan dengan Dion.
Tapi pesona Dion, lebih kuat menahan hatinya untuk tetap menikmati wajah melankonis cowok itu.
"Mau makan?" tawaran yang tak mungkin ditolak.
Menuju ke Killiney di Carrefour, sebenarnya Meyra lebih ingin makan di Ice cream Cone, aroma es krim lebih menggodanya, namun gak enak rasanya menolak ajakan Dion.
Dion memilih tempat disudut...hmmm..sweet corner, bisik hati Meyra nakal.
Sekilas membayangkan beromantis ria sama cowok itu, kayak orang lagi pacaran..hehehe
"Ehh..!" Dion memecah lamunan Meyra.
"Apa?" wajah Meyra merah dadu, jangan jangan cowok itu bisa menebak apa yang dipikirannya tadi..
"Jadi kangen waktu masa SMU dulu, aku pernah suka sama seorang cewek...tapi aku takut ngungkapin, aku takut bakalan ditolak..!"
Woaaa..Mey terkaget-kaget, segitunya?...memang sehebat apa sih cewek itu sampai Dion takut ditolak?. perasaan dulu waktu sekolah belum ada cowok yang bisa ngalahin ketenarannya Dion.
Hebat banget pesona tuh cewek berarti.....
"Kamu mau tau gak siapa cewek itu?" Dion santai sambil menyeruput es lemon tea dihadapannya.
Meyra mengangguk dengan berat hati, dia sudah tahu pasti kalau cewek itu bukan dirinya...enggak mungkin Meyra yang sederhana...enggak mungkin bangeeeetttt..
"Dia itu lugu, polos tapi menarik...!"
Hati Mey sedikit sakit mendengar Dion memuji cewek lain, seharusnya dia sudah tahu kalau pertemuan ini bakal jadi awal yang salah...
Karena akan banyak hal hal yang tak ingin diketahuinya harus terkuak, harusnya dia tahu itu.
"Cewek itu pernah bikin puisi yang kemudian kujadikan lagu, mau dengar gak?" Meyra menggeleng.
Lagipula mana mungkin Dion nyanyi ditempat ramai seperti ini...ada ada saja..
Ternyata Dion gak main main, Dion menarik tangan Meyra lembut dan kemudian mengajaknya kesebuah taman yang tenang.
Meyra sampai kagum sendiri, dia yang sudah lama tinggal di Medan samasekali tidak tahu ada tempat sebagus ini.
mereka hanya berdua...suasananya romantis jadinya..
"Ini tempat favoritku!" Dion melangkah menuju ke sebuah pohon rindang, dibawahnya ada bangku mungil...pas untuk berdua. didepannya ada danau alami yang hijau......
Aduhh...ada tempat semanis ini terlewatkan.
"Kamu mau dengar lagunya gak?" suara Dion berhembus halus.
Meyra mengangguk terhanyut, lupa bahwa ini masih jam kantor, bahwa seharusnya dia masih balik ke kantor..
bodo ah...jarang jarang bisa berduaan dengan Dion kayak gini..
Mau dihukum mencuci toilet setiap hari juga mau rasanya, asal dia bisa dikasih waktu seharriii aja bersama cowok impiannya itu.
Tanpa sengaja Dion beradu mata dengan Meyra, hati Meyra berdetak kencang...
Entah mengapa dia merasa, tatapan mata itu tatapan mata yang sedang jatuh cinta.
Mungkinkah Dion jatuh cinta pada Mey?, si gadis biasa?.
"Mau dengar puisinya gak?"
Mey tak menjawab namun tak juga mengatakan iya. angannya melambung jauh.
"Melingkari batas asa..
Berharap waktu kan beri tanda
Pada dia yang disana
Tahukah dia disini rindu merona
Mengertikah Adanya...
Rasa itu akan selalu terjaga..
Rindu itu akan selalu ada..
Cinta abadi selamanya..
Entah sampai kapan, gitarkan memetik melodi cinta
Atau hingga kapan menanti rama mempuisikan cinta
Aku tak pernah lelah menunggu, bahkan untuk seribu musim akan berganti
Hanya ada ragu...adakah rinduku yang kau nanti?"
Suara Dion terdengar bening...Meyra terpana tak percaya..
Puisi itu kan?, bukannya itu puisi dia yang dimarahi bu Nainggolan waktu lagi jatuh cinta sama Dion?.
"Jadi gini ceritanya, waktu itu ada seorang cewek yang kena marah sama Bu Guru Bahasa Indonesia gara gara ketauan nulis puisi cinta dikelas, trus diledekin lagi sama Pak Olahraga..waktu buku yang berisi puisi itu dilempar keluar kebetulan aku yang lewat mengambil kapur dari kantor, trus aku ambil bukunya..Aku baca puisinya..keren, melankonis, romantis tapi tegar..terus terang, aku jadi sering mikirin cewek itu sejak saat itu!" Dion berkata seolah olah bukan Meyra pemilik puisi itu.
Airmata Meyra mengalir tipis tipis, Dion memandangnya lembut.
"Mungkin kita jodoh ya Mey?, dipertemukan Tuhan dengan cara yang tidak pernah kita duga seperti ini!"
Meyra tidak sanggup berkata apa apa, baginya ini masih seperti mimpi.
Mungkin benar...mungkin Dion sangat benar...Whaa....it's amazing...dihatinya tak pernah sekalipun posisi Dion tergantikan.
What a lovely moment..!
"Kamu percaya sama jodoh, Mey?"
"Yeah..yang aku tahu aku berusaha untuk percaya".
Angan Meyra melambung tinggi, namun tidak berani berharap terlalu jauh...
It's just like dream for her!

Rabu, 05 September 2012

JANGAN PERGI DION




Lara mencoba menahan kepergian cowok yang tengah patah hati itu, tapi Dion tetap bertahan. Baginya bertahan setiap hari melihat kekasihnya didekapan lelaki lain adalah sebuah neraka.
Vio akan menikah...., minggu depan, padahal gadis itu masih berusia belasan tahun, maklum SMU aja belum kelar.
Hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya mengingat hubungan mereka yang sudah bertahan cukup lama dan tidak pernah riak, Vio mengaku dengan airmata, dia dijodohkan dengan paribannya. Dion tak mampu percaya, hari gini masih ada orangtua dengan pemikiran ortodoks seperti itu?, mungkin Vio sengaja mencari alasan.
“Kamu tetap akan pergi?”, Lara tak kuasa menahan perasaannya, Dion adalah mantan kekasih sahabatnya, Viola dan Lara adalah sahabat dari mereka masih sama sama berseragam merah.
“Untuk apa aku disini, aku akan pindah ke Singapura, percuma di Jakarta...”, Dion dengan raut wajah tegas.
Dion meraih ranselnya dan berlalu, Lara mengejarnya “Jangan pergi, Dion...kumohon jangan pergi..!!”, airmatanya mulai menetes, memeluk Dion dari belakang, Dion terhenyak kaget.
“Kamu..?’,
“Aku..sudah lama jatuh cinta sama kamu, jauuh sebelum kamu pacaran dengan Vio..”, masih dengan airmata yang mengalir deras. Dion menatapnya dengan tatapan tajam “, Sinting kamu..!”, ucapnya tanpa perasaan.
Meninggalkan Lara yang masih sesunggukan.
****
Empat hari lagi Dion akan berangkat ke Singapura, dada Lara terasa sesak, bagaimanapun dia tidak rela kehilangan cowok bermata tajam itu, meski Dion sudah menolaknya dengan cara yang samasekali tidak berperikemanusiaan, cinta memang jarang pakai logika.
Mencoba menelpon Dion, lelaki itu mereject hpnya. Lara hanya mampu terluka
“Sebenci itukah kamu padaku Dion?, hanya karena perasaanku?, salahkah aku yang mengungkapkan perasaanku, jahatkah itu namanya?”, membathin sendirian.
Dion bukannya tidak menyadari perasaan Lara, namun bukankah akan jauh lebih menyakitkan buat Lara kalau Dion bersikap seolah olah menyambut perasaannya?, Lara akan semakin sakit dan terus berharap. Dion baru saja patah hati.....
Dion sedang sibuk packing packing saat sepasang kaki jenjang sudah ada didepannya, kaki Lara..
“Ngapain sih kamu lagi?”, ketus..tapi Lara sudah tidak perduli lagi, rasa cintanya yang terpendam cukup lama sudah cukup tangguh menerima perlakuan sesakit apapun dari mantan kekasih sahabatnya itu. “Kamu akan tetap pergi?”, mencoba tegar. “Iya, sudahlah jangan cengeng dihadapanku, jangan berbuat seolah kamu siapa siapaku..”. nadanya sangat dingin.
Tapi ternyata Lara tidak sekuat itu, pertahanannya kembali bobol..airmatanya mengalir deras.
“Aku tidak akan pernah mengganggumu lagi, pergilah kalau mau pergi..!”

Lara mengurung diri dikamar, Dion sudah berangkat ke Singapura pagi tadi, dan tidak pamit. Lara hanya mendengar kabar sekilas dari Ayuni, adiknya Dion.
Dibacanya lembar kertas ulangannya tadi siang yang kosong melompong dan bernilai nol..untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia tidak bersemangat belajar, dulu semangat terbesarnya adalah Dion, sekalipun disamping Dion ada Vio, bisa melihat wajahnya saja, senyumnya saja sudah cukup membuat Lara bersemangat. Andai saja Dion tahu, sehari saja tak ketemu Dion bisa membuat Lara uring uringan dan melamun seharian...
Ibu masuk ke kamar, “Lara, diluar ada tamu..”.
“Ada siapa ibu?”
“Ada guru privatmu yang baru, soalnya mas Sapto yang biasa ngajarin kamu sudah pulang ke Jogja, istrinya melahirkan..!”, Lara hanya mengeluh malas, sudah tidak punya semangat hidup.
“Bu, bisa nggak jangan sekarang?”, memelas
Tapi agaknya ibu tidak bisa diajak kompromi, “Kamu boleh malas dalam bidang lain, tapi dalam urusan pendidikan, kamu tahu betapa tegasnya ibu kan?, kamu harus belajar beradaptasi dengan ibu gurumu yang baru mulai sekarang, namanya Ibu Ning..!”, Ibu tidak bisa diajak tawar menawar. Ibu setengah menyeret Lara ketemu dengan ibu Ning, Lara malas malasan. Bagaimana dia bisa berkonsentrasi sementara separuh hatinya sudah terbawa ke Singapura, lagi ngapain yah Dion disana sekarang?.
Ibu Ning sesungguhnya ibu guru yang sangat simpatik dan menyenangkan, dan yang paling penting bening dan cantik, Lara heran ibu guru secantik ini mengaku belum punya pacar, Lara mulai menikmati pengajaran ibu Ning, lebih bersahabat dan sabar..beda dengan pak Sapto yang kadang suka menghukum dengan memukul tangannya kalau dia tidak tahu apa apa...Ibu Ning, sangat menarik...yang paling penting bisa diajak curhat...
Disela sela jam pelajaran mereka kadang suka berdiskusi mengenai cinta, mengenai dunia remaja..
“Ibu pernah jatuh cinta?”,  Lara dengan pandangan menyelidik.
“Pernah..”, ibu Ning dengan malu malu
“Pernah nembak cowok?”,
Ibu Ning mengangguk “,Diterima..?”, Lara mulai penasaran, Ibu Ning mengangguk lagi..Lara mengutuk dirinya pelahan, jelaslah diterima..cewek bening begini, cowok mana yang tega menolak?, semua juga mau...”Memangnya Lara pernah suka sama cowok?”, pancing Ibu Lara. Lara mengangguk lunglai, namun enggan mengakui kalau dia baru saja ditolak.
“Dari kapan?”
“Dari kelas tiga SMP, dia kakak kelas saya, anaknya baik, ganteng..tapi bukan karena dia ganteng makanya saya suka, anaknya tulus dan suka menolong..”, Lara bertutur polos
“Oh yah?”, Ibu Ning mendengar dengan penuh perhatian.
“Sayangnya dia sudah pergi bu, dia tidak mau tinggal di Jakarta karena pacarnya akan menikah..!!”, wajahnya berubah mendung.
“Kamu percaya nggak pada takdir?, kalau jodoh dia akan kembali dengan sendirinya..percaya sama ibu..”, Ibu Ning menggenggam tangan Lara bersahabat. “Yang penting kamu harus belajar keras, kamu buat dia bangga,  paling tidak kamu harus berprestasi, buat dia menyesal karena sudah melepaskanmu..cewek sehebat Lara tidak pantas untuk disia-siakan, dia harus tahu itu..”, wajah Lara berbinar mendengar kata kata ibu guru privatnya, menggenggam tangan bu Ning dengan penuh semangat.
“Ibu benar, saya akan bangkit..!”, tekadnya..                                        

Lima bulan berlalu, dan Dion seperti menghilang ditelan bumi, tidak pernah ada khabarnya samasekali, Lara selalu berusaha menghimpun informasi dari teman temannya, dari internet seperti dari dunia maya, google, fesbuk, twitter, lelaki itu benar benar seperti hilang ditelan bumi.
Tapi Lara tidak pernah jenuh mencari, dia yakin dibelahan dunia manapun Dion berada, Dion kelak pasti akan memikirkannya seperti dia memikirkan Dion saat ini, tidak satu detikpun dia mampu menghilangkan lelaki itu dari pikirannnya.
Lara mulai mencoba menjadi penulis lepas disebuah media massa, honornya tidak seberapa tetapi rasa bangganya yang membuncah saat namanya tertera dikoran sebagai penulis cerpen.
“Suatu saat jika engkau kembali ke sini, akan ku tunggu dirimu kembali dengan rasa yang sama..”, ending dari cerpennya yang berjudul “Flying without wings”, Yah..cerpen yang bertutur tentang pencariannya akan sosok itu, yang tidak terlupakan, Dion. Berharap suatu saat Dion akan membaca kisah tersebut dan setidaknya mengerti, Lara memujanya lebih dari apapun.
Tapi yang paling mengagetkan adalah saat tawaran muncul dari sebuah stasiun radio yang menawarkannya menjadi  script writer, jujur itu memang bidang yang pernah digelutinya semasa sekolah, tetapi bagaimana pihak radio tahu bahwa dia memiliki talenta itu?, pertanyaan itu tak pernah terjawab karena pihak radio teman dia bekerja tak pernah mau kompromi untuk bercerita tentang apapun.
Hanya disyukuri dan menganggap itu sebagai sebuah nikmat yang harus disyukuri dari Tuhan.
Jadilah Lara super sibuk, waktunya mulai dihabiskan dengan beragam aktifitas, mulai lupa dengan bayangan Dion.
Lara juga lulus dengan nilai yang amat memuaskan, orang yang pertama paling dia ucapkan terimakasih adalah Ibu Ning..ibu guru simpatik yang sudah mulai dianggap kakaknya.
Lara bermaksud membeli kado sebagai ungkapan terimakasihnya pada guru terkasihnya itu, Ibu Ning...
Hmm...sebuah sweater berwarna biru langit, Ibu Ning yang kalem pasti suka...
Mengetuk pintu rumah bu Ning, namun rumahnya tidak terkunci, Lara sudah menganggap rumah ini seperti rumahnya sendiri.
Tiba tiba....
Lara hanya mampu tergugu, kaget..laki laki itu..?, dia kan...?, Lara sudah berlari keluar tanpa mereka menyadari keberadaannya.
Jadi Ibu Ning, pacar baru Dion?, kenapa harus ketemu sosok itu lagi?, kenapa harus disaat yang tidak tepat?,  Jadii...rasanya jauuuuh lebih sakit daripada penolakan Dion pertama kali saat dia jujur menyatakan perasaannya.
Lara berulangkali terluka, oleh lelaki yang sama. Harusnya dia sadar, sudah saatnya mengubur nama itu dalam dalam.
Dan luka itu terbawa hingga kekantor, ke radio...Lara menangis kembali menumpahkan perasaannya didekat gudang.
“Ra..?”, seseorang menepuk bahunya pelan
Lara tidak sanggup berkata apa apa, langsung memeluk mas Arlan, creative yang terbengong mendapat pelukan mendadak dari Lara.
“Maaf mas..”, minta maaf kemudian dengan wajah malu malu.
“Kamu ada masalah?”,
“Mas, pernah jatuh cinta nggak?”, Lara tanpa basa basi lagi. Mas Arlan segera paham. Dan segera mengambil posisi untuk mendengarkan curhatan mendadak dari mas Arlan, cowok ganteng yang juga banyak digandrungi gadis gadis.
“Hanya ada dua pilihan, dia akan kembali atau dia tidak akan pernah kembali.., kamu harus menyiapkan hatimu untuk kedua kesempatan itu, sembari tetap membuka hati untuk oranglain saat kamu menyadari kemungkinan suatu saat jodohmu bukanlah dia..”, nasehat mas Arlan bijak.
“Tapi mas, sampai saat ini masih Dion yang ada dihati saya, saya nggak bisa menggantikan dia dengan siapapun, seistimewa apapun..”,
“Setiap orang yang jatuh cinta pasti akan melakukan hal yang sama, mereka akan selalu menganggap orang yang mereka cintai adalah makhluk yang paling sempurna sampai menemukan orang lain kembali untuk disayangi, nah begitu juga kamu dengan Dion, karena dihati kamu masih selalu ada dia, maka akan sulit buat kamu membuka hati untuk orang lain..”, mas Arlan bijak. Lara mendesah nafas panjang, Dion mungkin sepanjang perjalanan cintanya banyak menemukan orang lain untuk dijadikan kekasihnya, namun mengapa tak sekalipun mencoba  berpaling padanya?. Begitu tak pantaskah Lara untuk dicintai?, memang dia tidak secantik Vio ataupun bu Ning, namun hanya sebatas itukah kemampuan Dion mencintai?.
Lara muncul di radio dengan tampilan yang berbeda dari biasanya, terlihat lebih feminim dengan tank top coklat dan jeans biru, sepatu kets?, sudah berganti dengan highells modis..teman temannya pangling, ini Lara bukan yah?.
Mas Arlan yang pertama kali menyadari, “Kamu cantik kalau begini?”, dengan nada kagum yang tulus.
“Cowok dimana mana sama yah mas?, baru menyadari kalau kita benar benar “perempuan” ketika kita bermetamorfosa..”, dengan nada sinis entah pada siapa...mungkin kepada Dion..
“Bukan begitu Ra, mas menghargai perubahanmu, tapi itu harus sesuatu yang membuatmu nyaman..jadilah dirimu sendiri..!”, mas Arlan kembali mencoba bijak. Gadis ini masih sangat labil, maklum baru lulus SMU dan sedang “patah hati”.
Lara kembali memeluk mas Arlan, tetapi kali ini mas Arlan menghindar...
“Kenapa mas?”, heran
“Jangan..kalau kita terlalu dekat, lama lama mas bisa jatuh cinta sama kamu..”, mas Arlan mencoba mengingatkan.
“Kenapa mas, kalau kita saling jatuh cinta?, sudah dewasa kan?”, kalimat itu seolah memberikan peluang, tetapi sebagai seseorang yang sudah dewasa dan berpengalaman, mas Arlan cukup tahu itu hanyalah kalimat seorang anak gadis remaja yang sedang labil dan gundah...GALAU..istilah anak zaman sekarang.
“Kamu hanya sedang bingung, “mencium kening gadis itu, namun entah mengapa mulai ada getaran aneh dihatinya. Karena Lara-kah?, gadis ingusan itu?.
“Mas...”, Lara kembali memeluk mas Arlan, lelaki itu tak sanggup melawan perasaannya, mulai ada sesuatu yang  tumbuh dihatinya. Rasanya tidak ingin melepaskan pelukan Lara...
“Mungkin aku jatuh cinta dengan mas Arlan..”, Gadis itu selalu jujur dengan perasaannya.
Mas Arlan hanya mengecup keningnya sebelum akhirnya mengangguk
“Mas juga...!”

Hari harinya tidak lagi sepi, mulai sedikit demi sedikit bayangan Dion terkikis habis, yang ada hanyalah hari penuh warna dengan mas Arlan, pemuda berusia 28 tahun yang sangat bijak dan romantis.
Lara dan mas Arlan, bergandengan tangan usai menonton premiere sebuah film yang lagi booming, tanpa sengaja matanya tertuju pada sesosok yang sangat dia kenal..D-I-O-N, mengusap matanya berkali kali sekedar meyakinkan semoga itu bukanlah sekedar mimpi, Dion tidak dengan bu Ning, cewek lain, masih dengan selera yang sama..cantik dan seksi, cewek mana lagi yang berhasil dikibuli maestro itu?.
Selera menontonnya mendadak hilang “Mas, kepalaku sakit, kita pulang yuk..!!”, mas Arlan hanya mengangguk tanpa ekspresi, ada sesuatu yang hilang diwajah itu..entah apa, Lara tidak sempat menyadari, rasa muaknya terhadap Dion terlalu mendominasi...
Mas Arlan hanya mengantar hingga didepan pintu, lalu pulang dengan lebih diam dari biasanya. Lara menghembuskan nafas panjang, sambil menutup pintu..Dion..ternyata laki laki itu begitu kuat magnetnya dihati Lara, rasanya tak sanggup melihat kemesraannya dengan gadis tadi, gadis yang keberapa yah dia setelah putus dari Vio?, dan..mengapa tak pernah sekalipun memilih Lara?, tidak masuk kualifikasi kah dirinya?, terlalu Dion...
Bel berbunyi “,Ada yang kelupaan...ma..s??”, nadanya terbata saat melihat sosok yang tiba tiba muncul dihadapannya, Lara mengira mas Arlan yang kembali mengetuk pintu dan memencet bel. Wajahnya tampak pucat seperti mayat hidup...
Lara terdorong oleh rasa emosinya, cukup sudah laki laki ini mempermainkan emosinya, tidak akan lagi...tidak akan pernah lagi Dion berhasil...Dion menjerit, tangannya terjepit dipintu..
“Ra..”, suara itu terdengar begitu memohon.
Lara berusaha tegar, namun tak sanggup, pertahanannya runtuh juga.
“Ada apa..”, nadanya sangat dingin
“Ra, kasih aku kesempatan, jangan pergi Lara..”, Dion, bukan sosok gagah yang biasa Lara kenal.”
“Maksudnya apa nih?”
“Aku sayang kamu Ra, aku nggak rela melihat kamu dekat sama Arlan..”, Dion terbata bata mengakui perasaannya.
“Dulu kamu kemana?, membiarkan aku mengemis, pergi ke Singapura ngga bilang bilang, siapa kamu seenaknya mempermainkan perasaanku, gadis mana yang bikin kamu patah hati, mentang mentang aku yang jatuh cinta duluan...”, Ah...gadis itu tidak berhasil untuk tidak cengeng..
“Ra, satu satu dong....lagian kata siapa kamu yang jatuh cinta duluan?”, Dion mulai berani jujur
“Maksudnya apa, maksudnya apa ngomong begitu..!”, galaknya Lara mulai keluar, kembali ke Lara yang biasa Dion kenal sebelumnya..
Dion menjitak kepala Lara pelan..
“Dengan nona yang centil, kamu lupa yah, kamu orangnya sangat ekspresif, gampang dan berani  menyatakan rasa suka pada orang, ingat gak waktu dulu sama ketua OSIS, suka dikit aja kamu ngomong sama dia, kamu bilang sayang, padahal kamu tau dulu gimana perhatiannya aku sama kamu, nah aku tidak mau kejadian yang sama terulang lagi, asal tau dulu aku jatuh cintanya sama kamu, tapi kamu lebih milih ketua OSIS, akhirnya aku dekati Vio, sampai aku berhasil jatuh cinta padanya..”Jelas Dion panjang lebar.
“Terus, ke Singapura tidak pamit?”, Lara masih penasaran.
“Aku tidak ke Singapura Lara. Aku masih tetap di Jakarta, mengikuti perkembanganmu, aku sengaja ngekost biar leluasa mengawasimu dari jauh, kamu kira siapa yang merekomendasikan bu Ning jadi guru privatmu?, siapa yang memasukkanmu jadi script writer di radio?, aku hanya ingin melihat gadisku tangguh..”, mengusap kepala Lara, hati Lara bergetar.
“Gadisku?, maksudmu..??” Lara mencoba memastikan
“Kamu tau maksudku, nggak usah pura pura nggak tahu..”,
“Iya, tapiiii....”, Lara masih bingung
“Sudahlah, kalau mau diceritain panjang, nggak asyik, gimana kalau diceritain sambil pacaran?”, Dion mengerling nakal. Lara mencubit pinggang Dion pelan.
“Tapi, jujur sebenarnya aku masih ingin melanjutkan permainan ini kalau saja mas Arlan tidak muncul dalam kehidupanmu, sumpah...demi Tuhan dia ngga masuk dalam daftar skenarioku, akhirnya pelan pelan aku mengadakan pendekatan dan dia ngerti, walau sedikit berat hati..”, Dion tampak serius.
“Tega kamu...gimana dengan perasaannya?”,
“Tenang saja, dia sudah ku plot untuk dekat dengan bu Ning, mereka pasti cocok, bu Ning jauh lebih cantik dari kamu, nggak mungkin dia nolak...!”, Dion ngakak
Lara mencubit pinggang Dion sekali lagi, Dion menangkap tangan Lara.
“Masih belum berubah yah, masih suka nyubit...daripada dicubit, gimana kalau dipeluk aja..”, Dion memeluk Lara, Lara masih bengong. Merasa ini masih sebuah mimpi..
“Ini nggak mimpi kan?”, Lara, diantara gemuruh kebahagiaannya.
“Nggak dong, mau dicubit?”, Dion berkelakar, Lara mencoba mencubit tapi tidak berhasil. Kali ini Dion memeluknya erat, mencium kening Lara.

Kamis, 30 Agustus 2012

SAMOSIR DALAM CINTA

Meyrist thanks to :

Tuhan yang maha kuasa, atas bimbinganNya, kadang disaat melewati masa masa yang stuck, terimakasih cinta untuk dua orang yang sangat berharga dalam hidupku, Ayah dan Ibu yang luar biasa mensupport. Tiga orang pangeran ganteng dirumahku, Andos, Wendika dan Andryan, yang selalu menerima kekuranganku sebagai seorang kakak..
* Ringgon Situmorang, Seperti dimensi lain dari metafisika hatiku, cukupkah jadi parameter untuk mengenalmu?, bagaimana jika aku salah mengartikannya..tapi kenapa kebutuhan psikisku seperti selalu harus bersinergi denganmu?. 
* Raja Simarmata, Hmm..sosok ini selalu mampu menginspirasiku, karakternya, totalitasnya dalam persahabatan, kegigihannya berjuang untuk perubahan SAMOSIR, kepeduliannya terhadap orang orang sekitar...really inspiring, love your attention so much "angkel", dimana saya banyak terinspirasi pada bab demi bab di novel ini, tiga kata yang selalu mensupport saya..
- You are not alone
- Keep spirit
- Fokus
Terimakasih karena kamulah satu satunya orang yang percaya pada kemampuan saya disaat orang lain mengatakan saya tidak BISA.
* Keluarga besar CITRA NUSA NEWS, keluarga kedua saya, Pak James E Simorangkir, dan rekan rekan saya tercinta yang sangat solid dan saya kagumi, i love your spirit guys..
Suryono Briando Siringo ringo, adikku yang bersemangat, Peri Turnip yang selalu kasih nasihat yang keren..:-)
* PANITIA REUNI ALUMNI SMPN SIMARMATA, Ito Arles Manik, Ito Arie Simarmata, Ito Arliun Sipayung, Ito Edward Turnip, Fanny Sonatha Sidabalok, Ito Chandra Simarmata, dan masih banyak lagi yang lain yang tidak bisa saya sebut satu persatu..Novel ini juga akan aku persembahkan bagi kemajuan alumni kita, untuk pengumpulan dana bagi alumni kita, kalian juga sangat menginspirasi hidup saya, persahabatan dan kisah kisah unik yang manis akan menjadi sesuatu yang tidak mungkin bisa saya lupakan.
Akhir kata, kepada pembaca yang akan membaca novel ini, yang pernah merasakan kisah seperti ini, suka duka dalam novel ini, saya hanya terinspirasi, terimakasih.
Ini bukan kisah nyata, sekali lagi saya hanya TERINSPIRASI


BAGIAN SATU

PASIR PUTIH, SAMOSIR
Sharon yang sedang melarikan diri dari kebisingan Jakarta, yah..sedang sibuk mengumpulkan kepingan kepingan hatinya yang patah karena ulah seorang Fandy, kekasih yang juga creative directornya di kantor. Ulah Fandy, yang membuat cewek yang sebenarnya tangguh itu tidak mampu menahan remukan hatinya, airmatanya tidak sampai mengalir memang, namun Sharon juga gadis biasa, bisa terluka perasaannya, mungkin sekelumit fase yang harus dilewati sebelum menemukan pasangan yang tepat. Sharon cinta Fandy, rasanya sama seperti ketika dia jatuh cinta pada mantannya yang sebelumnya Naga, rasanya orang yang jatuh cinta dan patah hati menurutnya sama saja tidak ada bedanya, setiap kali jatuh cinta pasti jantung berdebar kencang, kangen dan bahagia selangit, sebaliknya dengan patah hati berbanding terbalik, tidak mau ngapa-ngapain, bawaannya pengen meluk guling sambil melow dengerin lagu lagu sendu...eeh..malah jadi curhat..Intinya, Sharon tidak sampai sepatah hati itulah, hanya sedikit tidak mengerti ada sebenarnya yang dicari seorang pria dari dalam diri wanita yang dicintainya,

Minggu, 12 Agustus 2012

SURAT CINTA DARI KANTOR POLISI


By: Meyrist Situngkir

 

“Deal kan ke Belanda say?”, aku memandang wajah imut kekasihku lewat skype, si keriting yang menarik. Semenjak di Belanda, Charlie memang suka gonta ganti gaya rambut, tapi tetap keren..aslinya sih memang keren.

Adik kelasku dulu waktu SMU...dia mendapat beasiswa S2 di Belanda.

Aku hanya tersenyum dimabukkan oleh pesonanya, kalau lagi dekat mungkin aku sudah tidak mau lepas dari pelukannya yang hangat, jadi ngiri dengan orang yang pacaran jarak dekat.

Sudah terjalin dua tahun lebih, dan satu tahun kemarin dia meninggalkanku dengan janji setia yang aku yakin bisa kupercaya..

Aku hanya mengangguk, “Jangan mengangguk aja dong, sayang. Aku kan pengen dengarkan suaramu”, “Habis kamu makin ganteng sih, sayang..bikin kangen tau?”, aku mengetik sambil tersenyum..namun jelas terpancar diwajahku rasa cinta.

“Tenang aja beib, minggu depan kekasihmu ini akan pulang”, senyumnya seolah itu kalimat yang biasa.

Aku melongo didepan layar monitor “, Yakin?”.

“Yakinlah..”, dia melepaskan headsetnya sambil mengetik

“Oh..i miss that moment so much..”

“I miss you too, hun!” Charlie terlihat serius...

 

******

Tak sabar...

Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, rasa rinduku amat sangat membuncah..

Berkali kali aku melirik jam tanganku, rasanya waktu lama sekali diajak kompromi...

Seperti apa wajah aslinya setelah setahun tidak bertemu?

Aku menyetel lagu kesukaan kami dulu..waktu masih sama sama di putih abu abu

I MISS YOU LIKE CRAZY

Lagunya the moffats

 

“I used to call you my girl

I used to call you my friend

I used to call you the love

The love that i never had

I dont know what to do

When will i see you again

Chorus:

I miss you like crazy

Even more than words can say

Every minute of every day Girl Im so down when your love’s not around I miss you, miss you, miss you like a crazy

Aku melamun sejenak, meresapi lagu itu...seseorang mengetuk kaca mobil, aku hampir ketiduran, aku terhenyak kaget, sesosok wajah putih berada disamping kaca spion, mengenakan celana pendek warna coklat, jaket merah marun dan sepatu kets santai...Charlie banget..style nya masih belum berubah. Rasa kantukku kontan menghilang...

Charlie gantian menyetir sebelum akhirnya dia mencium keningku lembut..

“Kangen honey..!!!”, aku menggenggam tangannya erat. I miss you so much..”.

“tomat?”, godanya kalem, “so much honey, so mach so mach tomat..”, aku tersenyum bahagia.

“Merah dong..”, godanya lagi

“Bulat aja sekalian, kayak aku..!” , wajahku bersemi merah.

Aku menatap wajahnya seolah tak percaya, sambil menyetir tangannya tetap menggenggam tanganku.

“Aku ingin melamarmu, makanya aku pulang..”,

“Really?”, aku tak bisa menyembunyikan rona bahagiaku. Charlie mengangguk yakin.

****

Sedikit agak nervous memasuki  rumahnya Charlie yang berdiri megah, hasil keringkat kekasihku selama bekerja dinegeri paman sam sana. Dulu aku masih ingat, keluarga mereka hidup pas pasan, Charlie pemuda yang tegar dan tangguh, pernah tidak makan berhari hari karena tidak punya uang, namun keadaan itu justru menempanya menjadi pribadi yang kuat dan tegar, rela melakukan pekerjaan apa saja untuk mendapatkan uang.

Setidaknya terbayar lunas kini masa masa sulit dan penuh perjuangan itu, sudah lama tidak kerumah orangtua Charlie, aku memang membatasi diri sebagai kekasihnya, sebagai orang batak aku takut melampaui batas.

Dan kami belum pernah memproklamirkan diri secara khusus bahwa kami in a relationship..

Ibunya menyambutku dengan ramah.....

“Mawar, sudah lama tidak kerumah?”,

“Iya nantulang, “. Itu dia...sebenarnya Charlie masih tergolong tulang alias pamanku, Cuma rasa cinta membuat kami menyingkirkan “status” itu, lagipula toh zaman sekarang sudah jauh lebih fleksibel, tidak seperti zaman dulu lagi sangat ketat dalam hal “paradaton”.

“Sehatnya kau boru?, kenapa tidak pernah main main kesini?”, bukan basa basi, karena memang ibunya Charlie sangat tulus, khas wanita batak dari Samosir.

“Sehat nantulang..”, suaraku terdengar grogi, bagaimana kalau ibunya Charlie menolak?..entah mengapa aku mendadak resah, aku minum berkali kali. Charlie menangkap kegelisahanku, menggenggam tanganku erat, ibunya menatap tajam seolah tidak suka. “Susah memang anak jaman sekarang, sudah tidak sama dengan zaman inang dulu, kalau inang dulu jalan sama laki laki itu jarak dua meter jaraknya, kalau “martandang” dulu itu tidak ketemu muka, dari “bara”nya lelaki, perempuan diatas rumah saling menjawab, tidak bertatapan muka, makanya tidak banyak yang rusak, jangan semua budaya luar itu kau praktekkan di sini amang..” sindiran yang sangat halus tapi mengena hingga ke jantung..degg...sontak Charlie melepaskan tanganku.

Memberi isyarat dengan matanya , aku hanya terdiam kaku....”Inang, kepulanganku kesini aku mau melamar..”, tatapannya menenangkanku. Aku masih saja tergugu kaku...tatapan ibunya terasa tidak bersahabat dimataku, entahlah apakah aku yang salah menilai..

Ibunya menghela nafa sejenak, “Inang sih setuju saja, memang sudah seharusnya kau menikah, jangan melanglang buana lagi, cari kerja di Indonesia saja..inang sudah tidak butuh harta, inang butuh ada yang menemani, adik adikmu tidak ada yang bisa diharapkan..”, aku mulai bernafas lega...lampu hijau berarti.

Charlie menatapku lembut, tersenyum...”Ok inang, akan segera aku urus pernikahan kami, setelah ini akan aku boyong Mawar ke Belanda, hanya setengah tahun disana, kami akan kembali..”. janjinya pasti. Aku menatapnya penuh cinta sambil berucap dalam hati “Terimakasih, sayang”.

********

Aku melompat kaget saat sebuah mobil jip hampir menabrakku, hampir saja kumaki ketika dia datang tergopoh gopoh meminta maaf...

“Sorry..sorry, aku lagi buru buru..!”

“Buru buru juga, mang ini jalan nenek moyang lo?”, semprotku

Dia hanya tersenyum kalem, dibalik sweaternya melekat seragam coklat. “Oh, kamu polisi?, gak punya aturan banget sih, katanya tugasnya mengabdi..”, aku makin emosi, nyawa nih...

“Sorry nanti kita bereskan, aku hanya ingin buru buru ke tujuan, lain kali kita bertemu lagi..”, meloncat kembali ke jipnya. Aku hanya terpaku, dia berlalu dengan kecepatan lumayan tinggi.

Ada yang ketinggalan....aku mengambil sesuatu dari aspal....sebuah dompet berwarna hitam, ada sejumlah uang dan surat surat berharga. Namanya Ringgon, unit Buser...Polres Poso...

Ketemu nomor teleponnya, aku menelpon tapi nadanya sibuk....akhirnya ku sms “,Maaf, dompetmu ketinggalan, aku dapet nomermu di dompetmu, kalau mau jemput kerumahku alamat bla..bla”, singkat dan aku yakin dia cukup mengerti..

Segera ada balasan di Hpku “Simpan saja dulu, kapan kapan kujemput, buru buru aku harus balik ke Poso..”.

Dia mengaku sudah di Bandara...

Aku menggenggam dompetnya erat.

Sorenya....

Ringgon menelpon “Hai...”, aku membalas ramah “Hai juga?”, “Lagi sibuk nggak?”, “Biasa aja”, jawabku datar.

Sepertinya dia sedikit pendiam, banyak diam namun tidak mau menutup telepon, akhirnya aku yang menutup telepon tanpa basa basi.

Lelaki itu mulai sering menelepon, tidak terlalu sering, sekali seminggu, namun lama lama mulai kurasakan kehangatan hatinya, dulu aku sangat benci pada polisi, tapi dia beda setidaknya itu yang tersirat. Lugu dan anak rumahan banget...mungkin area  bermainnya hanya rumah dan kantor, aku mulai bersimpati...

“Aku dulu benci dengan polisi”, aku mencoba jujur

“Kenapa?”

“Dimataku polisi itu bajingan, suka godain cewek, yah pokoknya alergi deh sama yang namanya polisi..”

“Oh ya?, menurutmu aku?” Ringgon sedikit penasaran.

“Sedikit lebih baiklah, kan aku juga ga tau aslimu gimana, belum tau..”.

“Sudah punya pacar?”, aku sedikit kaget..itu pertanyaan yang menjurus...

“Hah?”,

“Iseng doang, jangan dianggap serius. Kamu bukan typeku..”, nadanya kalem

Dalam hati aku mengutuk “Sialan...”.

*****

Charlie agak kelelahan akhir akhir ini, aku memijit punggungnya, selain untuk urusan pernikahan dia juga sibuk dengan projectnya dengan almamaternya, Charlie diundang menjadi pembicara “Education Characters”, wajahnya pucat keringat dingin. Aku memegang tangannya erat, “Kamu pucat..”, “Aku nggak apa apa, asal ada kamu..!!” masih sempat ngegombal..

Charlie membuka BB nya, “Coba deh baca statusku..”, aku melirik ke layar blackberry-nya, ada photoku yang sedang tertidur nyenyak dirumahnya, kata kata dibawahnya “,Kekasihku ngegemesin juga kalau lagi tidur, kayak bayi..cantik, kayak Afika yang bintang iklannya oreo, pengen nyium..tapi belom boleh..belom sah..!!”, aku memukul lengannya manja, “Dasar...”. Charlie memelukku...mencium keningku. Hpku bunyi “, Ringgon..”, Charlie bertanya “Siapa say?”, “Teman sayang, dia polisi di Poso, kemarin itu dompetnya jatuh trus aku telpon dia, jadinya temenan deh..”, Charlie hanya ber-ooh panjang. “Eh, aku lupa..inang ngundang kita makan dirumah, katanya dia lagi buat napinadar..”. aku hafal masakan itu, ayam yang dipanggang darahnya dicampur kedalam bumbu, rasanya sedap pedas muantapp.

“Kapan jadinya tanggal pernikahan kalian”, Inang mulai serius mengurusi rencana pernikahan kami, “Tanggal 14 februari saja inang, biar romantis..”, Charlie memang selalu romantis, kebiasaan itu sudah ada dari SMU.

“Ah terserah kalianlah, tapi inang hanya tau hari baik yang diatur menurut adat batak, kapan jadinya kau beritahu mamak, supaya punya persiapan juga, menikah itu perlu persiapan matang “, aku hanya mengangguk hormat “Sudah inang, mama sudah setuju, atau perlu bicara dengan mama?”, aku memencet hpku lalu menyerahkan kepada mama Charlie. Calon mertuaku itu keluar mencari sinyal yang bagus, karena dirumah batak jarang ada sinyal.

Mereka terlibat pembicaraan panjang dan akrab, aku tersenyum bahagia..bukankah itu awal yang sangat bagus?.

Lalu.....

Inang terdiam sejenak sebelum akhirnya menghembuskan nafas panjang.  “Mawar dan Charlie, kalian tidak bisa menikah..!!”, serasa disambar petir kami berdua saling berpandangan. Badanku mulai gemetar “, Ma...maksudnya?”, airmataku mulai berlinang, Charlie tak kalah shocknya..

“Yah...begini inang..”, mama Charlie terlihat sangat berat hati, terlihat tidak tega melihat wajah shockku. “Begini...ternyata aku kenal mamak kau, kawan sepermainanku di Samosir, dan ternyata kalian itu saoppung kandung, sedarah..”, penjelasan itu lebih dari cukup untuk meluluhlantakkan mimpi kami berdua. Aku masih berdiri dengan tidak percaya...bahkan untuk berdiripun aku rasanya tak sanggup..”Ternyata kita saudara..”, Charlie tak kalah terlukanya, memelukku yang menangis sesunggukan. Pernikahan yang sudah diambang pintu..tersisa tanpa jejak.

***********

Hampir sebulan aku mengurung diri, aku memilih resign dari tempat kerjaku karena konsentrasiku yang sangat terpecah. Aku sangat mencintai Charlie, satu satunya pria yang pernah hadir dalam kehidupanku. Mendengar lagu lagu sendu, melamun dan menangis...ternyata begini rasanya patah hati...

Ringgon....nama itu muncul dilayar HP ku. Suaraku serak “, Hai..”, berusaha menyembunyikan kondisiku yang sesungguhnya, “Lagi ngapain?”, “Lagi dihatimu...”, becanda, aku tersenyum geli “Dasar, polisi dimana mana sukanya ngegombal yah?”, “Ah ngga juga, kalau saya jago ngegombal saya udah punya pacar sekarang..”, candanya. “Iya gak punya satu, tiga iya..”, aku membalas ledekannya.

“Serius, saya kangen sama kamu..”, tiba tiba dia tersadar..”Eh..maaf..”, dengan nada malu malu. Diam diam aku geli “Hari gini masih ada cowok pemalu..”, dalam hatiku.

“Kamu pemalu yah?”, “Ah enggak..”, tapi nada suaranya grogi, aku masih tersenyum, enak nih diisengin. Tiba tiba aku tersadar...sudah berapa lama yah aku tidak tersenyum seperti ini?, baru cowok ini yang berhasil membuatku tersenyum lagi...dan senyumku makin lebar, Charlie mulai tersingkir.

Akhirnya aku bisa membebaskan diriku dari sakitnya kehilangan cinta pertamaku itu, tanpa disadari kehadiran suaranya tiap hari membuatku merasa punya tempat untuk bersandar, Charlie sudah kembali ke Belanda dan sejak saat itu kami kehilangan kontak.

Tiap hari Ringgon meneleponku dan kadang menyemangatiku, diam diam tanpa kusadari perasaan sukaku mulai tumbuh, mulai ada rasa kangen saat tidak mendengar suaranya. Terkadang dia mirip dengan Charlie meskipun tidak seromantis mantan kekasihku itu. Dia terlihat sangat tulus dan kebapakan...kadang mendengar suaranya seperti dipeluk selimut yang hangat.

Hingga akhirnya aku yakin aku jatuh cinta padanya.....

Aku mulai menikmati perhatiannya.

Dari jam kerjanya dia meneleponku “Halo..”.

“Iyah?”.

“Kangen..”, ucapnya serius

“Maksudnya?”, aku mencoba memastikan.

“Boleh nggak aku suka sama kamu?”, tanyanya hati hati. “Ah gak romantis, gak seru..”, nada suaraku mulai berubah, ada getaran disana. “Jadi bikin romantis gimana?”, tanyanya polos.

“Aku pengen kembali kemasa lalu, kalau serius, aku gak mau pakai sms atau telpon, pakai surat..”.tantangku.

“Surat?”, Ringgon bingung.

“Iya, buatkan aku surat cinta..pertanda kamu serius..!”.

Sebenarnya aku tidak serius, Ringgon tidak mungkin sekonyol itu.

Seminggu kemudian............

Mamaku menatap wajahku panik, “Kamu ada masalah apa?”, aku hanya terbengong, “Masalah gimana orang baik baik aja?”, urusanku dengan Charlie sudah lama berlalu, meski lukanya masih menganga sedikit.

“Kok ada ini?”, aku tersentak kaget. Ada amplop coklat berlogo bareskrim...POLRES POSO...Jangan jangan.....dengan secepat kilat aku membuka amplopnya. Aku tertawa kaget melihat isinya, kertasnya kertas berkop surat bareskrim poso, isinya pernyataan cinta tapi modelnya resmi, aku sampai sakit perut menahan tawa...ini surat cinta apa surat resmi kepolisian?.

Mama yang kebingungan, dapet surat kepolisian kok malah ngakak?, akhirnya aku jelaskan “, mama, ini yang kirim suratnya cowok yang tiap hari nelpon aku, dia mengucapkan kata cinta pake ini nih..hehehe”, mama terlihat lega.

****

Dan akhirnya aku sampai didepan kantornya, aku menunggu didepan, kantornya Ringgon ada didalam, jadi harus melapor ke piket depan dulu. Aku bermaksud membuat kejutan ini padanya.

Dan benar....dihadapannya aku berdiri, dia menatapku dengan tatapan tidak percaya, entah karena aku sedang jatuh cinta, aku melihatnya sepuluh kali jauh lebih tampan daripada saat pertama kali bertemu.

“Kamu..?”, Dia masih merasa seperti mimpi.

“Sini aku bisikin sesuatu..”, aku mendekat ke wajahnya. “Apa?”

Aku mencium keningnya lembut “Makasih surat cintanya pak polisi, terimakasih sudah membuat hariku jadi berwarna lagi..”. aku menangis terharu. Aku yakin lelaki ini tidak akan pernah membuatku menangis lagi. Dia masih terdiam tak percaya, mencubit tangannya “, Aku masih seperti mimpi lho, kamu datang jauh jauh kesini cuma buat balas surat cintaku, maafkan aku tak bisa membalas pengorbananmu itu..”, dia terlihat terharu. Aku hanya tersenyum “, Aku ngerti pak polisi, kau tidak punya waktu ketemu aku karena tidak ada libur..”.

“May i touch your hand?”, tanyanya hati hati. Aku mengangguk, Ringgon membisikkan sesuatu ditelingaku “,Sebenarnya aku ingin memelukmu, tapi banyak orang..”, aku memukul bahunya pelan mendengar kalimatnya yang sedikit nakal. Lalu kami berkeliling kota Poso dengan sepeda motornya, menikmati kebersamaan yang semoga akan terus abadi.