Kamis, 01 November 2012

BACA HATIKU


Lelaki itu kukenal dari dunia maya, dan kita ketemuan di hari yang sama. aku chatting dari kantor dan dia mengajak aku bergabung di organisasi Jurnalis miliknya, tidak tanggung tanggung dia menawariku posisi menjadi sekretaris pribadinya, sebagai seorang Jurnalis tentu saja aku tidak menolak.
"Nanti sore kita ketemu yah?", aku sebenarnya lupa sorenya kami ada janji ketemu karena dia tidak menentukan jam berapa bertemu dan hanya memberitahu dimana kami akan bertemu.
Namun tak sengaja ketika akan membeli nasi sore hari, aku melihat sosok yang wajahnya tadi siang ada di facebook.
"Bang Chris..?", dia menyambut hangat tanganku.
"Iya aku Chris..".senyumnya lebar.
kami berbincang sejenak sebelum akhirnya dia menawarkan kembali niatnya untuk mengajak aku menjadi sekretaris pribadinya.
aku teringat sejenak aktivitasku di kantor, kadang aku pulang jam sebelas malam, kadang lebih.
aku menolak halus ketika itu..
"Makasih bang, atas tawarannya...tapi kesibukanku di kantor cukup padat, kayaknya sementara belum bisa deh, nanti kalau udah bisa aku kabari abang...", dia kembali pulang ke kostannya dan aku kembali ke kantor menemani mas Donny bagian web yang sedang lembur.
Ringgon menelponku, seorang polisi dari Poso yang akhir akhir ini rajin mengirimkan suaranya lewat hp untuk kudengar. tak sampai dua detik, hpnya sudah aku angkat...
Ada rasa nyaman setiap kali mendengar suaranya....
"Ciyee..ciyee..Poso..Poso..!", teman teman di kantorku memanggil nama Ringgon dengan sebutan Poso, itu karena dia setiap hari menelpon hingga teman temanku pada hafal, nada dering dan nama di hpku, teman temanku selalu penasaran dengan nama aslinya, berusaha mengorek ngorek, namun hanya kusimpan untukku sendiri.
"Mas Donny..jangan sirik ah, telpon aja tuh si dedek..", Dedek itu "brondongnya" mas Donny, mas Donny termasuk aliran LGBT, pacarnya cowok muda nan ganteng, berbanding terbalik dengan wajah mas Donny yang bulet gendut dengan wajah standar..dulu aku selalu beranggapan kalau semua penganut homoseks padti ganteng, bertampang terawat, dan penampilannya metroseksual..maaf kata ternyata mas Donny pengecualian.
"Serius amat, Poso ya yang nelpon?".
"Mau tauuu aja, papanya anak anak..!" ledekku
"Siapa tuh..?", Ringgon dari seberang
"Ada cowok, mau kenalan nggak?"
"Ah..masa sama cowok?, cewek dong..!", aku mendadak manyun mendengar permintaan itu. kebiasaan buruknya...atau memang aku yang lagi dilanda sindrom "jealous"?.
"Ogah...", tanpa sadar aku nyeletuk.
"Mau nggak, sama cowok..dia suka sama cowok juga lho..", aku ngeledek
"Ah ..sembarangan..".
Aku membuka layar komputer sembari membuka layar facebook.
"Lagi ngapain?", Ringgon bertanya
"Lagi online.., online dong..", Aku membujuknya. Ringgon menolak dan lebih memilih main playstation.
Chris menyapaku "Dek.."
"Eh, abang sudah sampai?".
"Sudah dek.."
"Mas Don, inget ga cowok yang tadi?" mas Donny lagi serius dengan laptopnya.
"Iya?, kenapa?"
"Aku ditawari jadi sekretaris pribadinya..".
"Hmm...modus tuh.." Donny serius
"Ah..dikit dikit modus.."sedikit jengkel
"Serius, dia itu kelihatannya bukan wartawan deh..mungkin sejenis intelijen..!!".mas Donny masih dengan mimik serius.
"Jangan berlebihan ah..".
Aku sambil ngobrol dengan Ringgon di telepon.
"Dek, lagi telponan sama siapa sih?, abang telpon ga masuk masuk..". Chris on chatting.
"Maaf bang..!"
"Apa pendapat Mey tentang abang?" Chris mengetik
"Maaf bang, Mey belum bisa simpulkan kita kan baru ketemuan, ngga mudah mengambil kesimpulan kan pada pertemuan pertama?", balasku dengan bahasa diplomatis.
Chris mengalah....

Suasana di kantor sedang rame  dengan kehadiran seorang ibu yang mengaku pengusaha dari Malaysia, sudah dua minggu lebih aku menemaninya kesana kemari, makin lama aku merasa sosok yang satu ini sangat misterius.
minta dibayarin makan, minta difasilitasi apartemen, belum lagi minta antar jemput kantor, aku mulai gerah.
"Ibu Khadijah ada?", aku sedikit malas. paling aku disuruh menjadi guidenya lagi atau "jongos"nya.
benar saja..."Mey, untung kamu datang, ibu lagi lapar, tolong belikan ibu gado gado..", aku bersikap menunggu.
"Pakai saja duit kamu punya dulu, nanti pasti ibu ganti..", Dasar Malaysia, dimana mana sama..aku setengah mengutuk dalam hati.
Chris menelpon mengajak jalan ke Ancol, sebenarnya aku tidak berniat menolak namun kehadiran bu Khadijah cukup menyita waktuku.
dia harus ditemani kemana mana, akhirnya dengan halus aku menolak..
"Maaf bang, sebenarnya aku mau jalan sama abang, tapi ada tamu dari Malaysia yang tidak bisa ditinggal..".
"Ah, banyak alasan adek, setiap diajak jalan pasti nolak, setiap ditelpon pasti menunggu..". dengan nada sedikit pasrah.
"Bang, aku minta maaf, nanti kalau ada waktu, aku pasti telpon abang...".janjiku.

Sudah hampir beberapa bulan sejak aku kenal Chris, dia masih saja mencoba mengajakku jalan atau makan, tapi entah mengapa kadang ada saja halangannya, pada saat waktuku bisa, hpku yang bermasalah.
akhirnya aku menyerah tak berani menjanjikan apapun lagi padanya..
Suatu kali...
"Dek, kenal Iwan Piliang tidak?".
"Nggak bang.."jawabku polos
"Dia itu penulis beken dan terkenal, mau ngga abang kenalkan dengannya?", aku menatap mbak Ratih yang lagi serius didepan laptop ", Mbak, kenal Iwan Piliang tidak?", mbak Ratih menatapku terkesima ",Wah..penulis terkenal itu, dia padahal mulanya menulis di kompasiana gitu, tapi sekarang terkenal banget, hebat..".mbak Ratih terlihat memuji. wajahku turut sumringah ketularan semangatnya mbak Ratih, "Serius mbak?", mbak Ratih tersenyum berseri "Eh, kenapa?"
"Ini ada yang mau ngenalin aku sama Iwan Piliang..."
"Seriussss?", mbak Ratih hampir tidak percaya.
"Iya.."
"Siapa?"
"Itu, Jurnalis yang pernah main ke kantor kita..", mbak Ratih langsung hafal.
"Dia naksir kali sama Mey.."
"Ah, mbak Ratih bisa aja...".
"Pastilah, sampe segitunya nyari relasi buat Mey?", Ratih dengan nada serius.

Aku melupakan peristiwa itu sampai satu ketika Chris menelponku kembali.
"Dek, mau nggak kerja di FLP?"
"Wah, mau banget bang..", saya tahu itu sebuah penerbitan yang sangat terkenal, kalau karyaku bisa sampai menembus penerbitan itu, aduh ..seperti mimpi.
"Ya udah, kapan kita bisa ketemu?"
"Terserah abang deh..", yang ada dibayanganku hanyalah bisa menembus penerbit Forum Lingkar Pena.meski Chris mungkin punya misi lain yang tidak kupahami.
"Dek,.."
"Iya bang?"
"Mau jalan nggak?"
"Mau bang, asal abang bawa dulu aku ke FLP..", duh teganya aku padahal untuk dia yang mengajak jalan saja aku masih meminta syarat.
Chris tak menolak, meski pada akhirnya lagi lagi entah karena alasan apa kami tetap tak jadi jalan jalan, dan diam diam aku lega.

Suasana di kantor lagi tidak kondusif, gaji karyawan mandeg dibayar, sementara waktu pembayaran kost hampir tiba.
Chris lagi lagi menawarkan bantuan, dan saya menolak.
"Kok bisa belum gajian dek?"
"Ngga tau bang, belum ada duit kali bapak..", kilahku
"Kerja dikantor abang saja dek..", saya menolak dengan halus, bagaimanapun saya masih berusaha loyal pada kantor saya.
"Makasih bang.."
"Apa itu penolakan de..?" Chris bertanya hati hati
"Maaf bang..".Chris mengerti

Dan pada akhirnya memang bukan hanya tak mampu bayar gaji karyawan tapi juga berujung pada "merumahkan" karyawan, termasuk saya..tapi sebenarnya saya tahu alasan direktur memecat saya bukan alasan keuangan semata, namun lebih karena "sikap keras" saya membela teman teman saya yang belum gajian, terutama ada seorang OB yang baik hati dan tidak neko neko, rasanya saya rela menyerahkan seluruh gaji saya untuk ditukarkan ke sosok ini, yang penting dia tidak dipecat.
Di dalam bis yang menuju Mega Matra, saya sempat bercerita sedikit dengan ibu Asih, bagian keuangan "Saya sebenarnya tahu kenapa saya dirumahkan bu..".
"Ibu juga tahu, karena kamu terlalu gigih membela teman teman kamu, ibu sebenarnya ingin nangis melihat perjuanganmu..". Ibu Asih dengan nada prihatin.
"Tenang saja bu, saya bisa mengatasinya, saya sudah pernah mengatasi masa masa sulit seperti ini..".aku berusaha tegar, kendati aku sangat tahu ketidak adilan yang kurasakan akan sangat mempengaruhi keuanganku beberapa bulan kedepan.
aku kilas balik ke belakang...
beberapa waktu yang lalu, salah seorang anak bagian web minta handy cam pada bapak direktur, bapak mengatakan tidak ada uang, namun mas donny langsung menawarkan solusi ",pake kartu kreditnya pak Tono saja..", waktu itu aku hanya bisa menatap Donny kesal.
dan berujung petaka, saat giliran pembayaran cicilan pertama, pak Tono kelabakan, jelas dia kelimpungan karena bukan dirinya yang menggunakan kartu kredit dengan limit tagihan sebesar itu.
semua saling melempar argumen, tidak ada yang bersedia membayar, akhirnya karena kasihan dengan pak Tono, aku menelpon Donny.
"Mas Donny, tanggung jawab dong kartu kreditnya pak Tono..", Donny berkelit bahwa itu semua bukan urusan dirinya, bapak yang bertanggung jawab.
Akhirnya aku berkata "Baik, kalau begitu suruh bapak bertanggung jawab. bilang Mey yang ngomong, jangan lupa sampaikan kepada bapak jangan asal make aja, tapi nggak mau tanggungjawab samasekali..".nada suaraku geram.
Malamnya aku kembali menghubungi bapak dan mempertanyakan tagihan kartu kredit pak Tono, bapak mengatakan itu bukan urusanku dengan nada kasar.
Kami tiba di Mega Matra, menunggu bapak hingga malam. aku cerita banyak dengan ibu Asih. dia terlihat sangat sedih dan hampir menangis "Ibu tenang saja, aku akan baik baik saja...".aku berusaha tegar.
"Kalau saja bapak bisa melihat siapa kamu..".
"Suatu saat bapak akan tahu bu..ibu percaya dengan saya..".
sepulang dari hotel, kemalaman, pintu kostan sudah terkunci..
Aku melihat Chris online..
"Hai bang..?", aku menyapanya.
"Hai dek?"
"Udah gimana kasusmu?", Chris perhatian.
"Tidak apa apa bang,. aku cuma dipecat...!" dengan bahasa nyantai
"Dipecat kamu bilang cuma..?", chattingnya dari seberang
"Ngga apa apa bang, ini cuma proses yang semua orang pernah ngalamin.."
"Kamu mau ngga dek tinggal sama abang?", saya terhenyak kaget tapi tidak bertanya, "Tidak bang, makasih.."
"Kalau kamu gimana gimana, abang kepikiran dek..", aku membalas "Abang, aku percaya sama Tuhan, aku tidak akan kenapa kenapa, lagian uang kost bulan ini sudah kubayar..".
"Trus bulan depan?, makanmu gimana?", nadanya seperti orang panik.
"Bang, aku pasti baik baik saja, aku bisa nulis..", aku mencoba menenangkan hatinya.
"Anak SD juga bisa nulis dek.."
"Maksudnya aku bisa nulis fiksi bang, buat bertahan pasti amanlah, jangan kuatir..".
"Kamu adalah manusia yang egois, apatis dan sangat sombong, percaya bahwa kamu bisa hidup sendirian tanpa orang lain..", Chris sedikit kesal, namun aku membantah "Maaf bang, saya ngga pernah melibatkan siapapun untuk siapapun yang sedang saya hadapi..".
"Benar, kamu sombong..kamu tidak bisa membaca hatiku.."
"Maksudnya?", aku mengernyitkan kening.
"Kamu tidak bisa mengerti hatiku?, atau kamu pura pura?", Chris jengkel
"Mungkin tadinya aku tidak mengerti, tapi setelah membaca kalimat ini aku jadi berfikir mungkin abang suka padaku?", tanyaku hati hati.
"Dari awal dek, dari pertama kita bertemu..", Degg, hatiku serasa disentak...jadi selama ini?.
"Adek pernah nggak menyukai aku?", aku menghela nafas panjang lalu membalas
"Maaf bang, terimakasih sebelumnya, tapi aku merindukan seseorang, seseorang yang akhir akhir ini selalu menemani waktuku, kalau aku menangis atau sedih, aku bisa cerita apapun padanya. maaf aku sedang memintanya pada Tuhan...", dengan berat hati.
Karena jujur dari awal aku tak pernah ingin menyakiti atau melukai siapapun.
"Pantas, kamu ngga pernah peka selama ini..kamu memang ngga pernah ada hati ke abang, maaf abang kira kamu mengerti isi hati abang...", aku hanya terdiam kaku. merasakan lukanya membuatku tergugu.
"Maafkan aku...", hanya bisa dalam hati.

#Buat seseorang yang maafkan aku tidak bisa memberimu harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar