Sabtu, 09 Februari 2013

NEEDING YOU



Fiuuuuhhhh…akhirnya selesai juga artikelku, tak habis habisnya aku mengagumi diriku sendiri. Ini baru keren…ini baru tulisan bagus…
Ah…rasanya baru kali ini aku bisa puas dengan hasil tulisanku, apa karena yang tertulis didalamnya adalah kompensasi dari perasaanku ya?.
... Oh ya, sebelumnya, aku bekerja disebuah perusahaan asuransi yang lumayan besar, aku juga menjadi penulis freelance dibeberapa media lokal, kadang kadang suka menulis novel.
Orang bilang aku skeptis dalam menghadapi hidup, kurang percaya diri…tapi ah…mereka tau apa?.
Aku biarkan mereka dengan pendapat mereka masing masing.
Aku memang cenderung sedikit menutup diri tapi bukan berarti introvert apalagi skeptis…itu bukan aku banget.
Aku malah sedikit narsis, aku selalu percaya aku adalah orang diciptakan Tuhan dengan kelebihan tertentu, meski orang tak bisa menilainya begitu.
Ah ya…mau tahu apa yang menjadi beban kepusinganku yang paling anyar saat ini?....
Ini dia sesuatu yang kalau boleh jujur, aku tak ingin memilih atau tepatnya berada diantara keadaan ini.Im single….you know what that mean?, buat cewek yang berumur hampir 30 seperti aku..that’s very bad things.
That’s a nightmare…..mimpi buruk..
Aku sebenarnya tak terlalu berfikiran seperti itu, buat aku mempunyai pasangan diatas 30 tahun masih merupakan hal yang wajar dan samasekali bukan mimpi buruk.Tapi mamaku tercinta, justru malah sudah panik duluan. Setiap kali ngobrol ditelepon atau via sms mama selalu bertanya “Kapan ku punya pacar?”.
Sebagian teman teman malah lebih ekstrim, ada yang menuduh aku patah hati dan trauma.
Hmm…patah hati jelas pernah, tapi itu cerita lama….
Oh ya tentang artikelku, aku menulis tentang alasan orang menunda pernikahan.
Dan jujur aku sangat puas dengan hasil karyaku sekali ini.
That’s the real me…
Aku ingin menikah karena memang itu pilihanku dan bukan karena aku sudah tidak punya pilihan lagi.
Ufss….aku menabrak seseorang didepan kantor Analisa.
Dia memakiku, lumayan ganteng sih…hehehe.
Aku pura pura tidak mendengar ocehannya dan menuju ke ruang redaksi yang biasa menerima hasil karyaku.
Setelah itu aku keluar dari ruangan dan mencari makanan..laperrr…..
Sehabis mengisi perut aku ke prudential, didaerah multatuli.
Aku menyapa Keira hangat, gadis cantik itu terlihat serasi dengan atasan biru dan jeans. Wajahnya yang putih tampak memikat, diam diam aku iri…pasti banyak yang naksir nih cewek.
“Ada case, Mey?”
“Ah..enggak, kangen aja kekantor..!” aku meraih kursi biru dan membuka layar komputer.
Membuka yahoo messenger….
“Ih, gak gaul, sekarang zamannya facebook neng?, masa masih yman?” Key meledek santai.
Aku senyum saja, emangnya gue pikirin?.
Aku belum tertarik punya facebook, situs jejaring sosial yang banyak lagi booming dan jadi primadona bahkan kaum ibu ibu.
Eitsss…ini dia nih musuh lama….aku malas meladeni cowok oriental satu ini.
Tapi jujur dia satu satunya, pemberi komen setia di blog aku.
Entah mengapa dia begitu setia menanggapi setiap hal apapun yang aku tulis di buku harian mayaku itu.
www.singlehappy.blogspot.com
tulisanku yang kemarin….
Berisikan tentang kekesalanku pada seorang laki laki yang tega mempermainkan kekasihnya, padahal kekasihnya itu sudah banyak berkorban termasuk secara materi.
Aku bilang cowok itu benar benar gak punya hati dan ceweknya bodoh karena masih tetap setia mendampingi cowok tengil seperti itu.
Eh..dia malah menuduh aku sirik karena tidak pernah tahu rasanya mencintai orang lain.
Prince_Charming : Hi Mey..?
Study_Prayer : Apa, mo ngajak berantem lagi?
Prince_Charming : Galak amat, kan bebas ngasih pendapat?. Kalau gak mau dikritik jangan jadi penulis dong, dasar..!”
Aku membalas mulai geram “ Eh, jangan sembarangan ya?”
Dia menjawab “Eh, jangan marah dong!. Fakta nih, masa kamu mau larang orang untuk setia?, siapa tahu dengan kesetiaan dia cowoknya bisa sadar dan berubah jadi lebih baik?”
“Tidak mungkin, hanya orang orang yang tidak punya pikiran panjang yang mau setia tanpa alasan yang jelas. Cowok diluar sana masih banyak yang baik kalau dia mau nunggu?”
“Oh ya?” dia membalas dengan nada sinis. “Bukannya diblog kamu beberapa hari yang lalu kamu bilang laki laki itu tidak ada yang baik?, semua hanya mengejar seks?”
“Enggak semua juga!” Aku setengah membela diri sembari sedikit melamun. Aku teringat tiga orang adik lelakiku yang aku yakin masih cukup konservatif untuk urusan pacaran.
“Kamu masih perawan Mey?”
“Setan lo…!” Aku memakinya kasar. Gak sopan banget nih cowok.
“Gak usah muna deh, zaman sekarang udah biasa lagi..!”
Hmmm…aku terdiam sambil memutar otak bagaimana caranya menjawab pertanyaan konyol cowok ini tanpa terlihat emosi atau terlihat seperti orang bodoh.
Duhhh…mendadak otakku rasanya beku, lelet gak bisa diajak kompromi.
“Kenapa emangnya?” meski dalam hati aku sudah mendidih.
“Nanya doang!”
“Mang siapa kamu?, pacar bukan, kenal juga kagak..!”
“Jawab aza, lagian udah biasa lagi Mey, gak usah malu malu!”
Aku tidak mau menjawab pertanyaannya tersebut, bukan apa apa….aku tidak ingin terjebak dalam situasi yang konyol.
Kalau aku bilang iya barangkali dia tidak akan percaya dan kalau aku bilang tidak juga bisa saja dia jadi punya niat jelek.
“Aku kenal kamu kok..!” dia dengan nada santai
“Haahhh..!!” Giliran aku yang kaget.
“Iya kenal banget malah, kamu cewek yang paling menyebalkan, sok cool, suka menulis tentang hal hal yang berbau menjaga kekudusan. Masa sih kamu gak pernah tergoda?, dikit dikit gitu?”
Aku mulai gerah “Kenapa ya cowok diotaknya selalu yang tersisa hanya pikiran yang subjektif tentang cewek?. Mungkin dari dunia yang kamu jalani skrg gak banyak cewek benar yang kamu kenal?, tapi aku banyak kenal cewek baik baik. Yang punya prinsip dalam menjaga kekudusan..!”
“Maaf neng, segitu aja marah!”
“Kamu siapa sebenarnya!” Aku mulai penasaran.
“Besok kamu tunggu aku di Ice cream cone di carrefour, ntar gue bakalan nyamperin lo..!” dengan tanpa permisi menutup ymnya.
“Dasar..!” wajahku memerah.
“Key memandang wajahku dengan ekspresi lucu, “Napa?” aku menatap dia jutek.
“Galak amat..!” Key tak bisa menahan tawa.
“Ini nih Key, ada cowok yang selalu kasih komen diblog aku, tapi komennya selalu mancing reaksi emosi, jadi naik nih hormon adrenalinku..!”
“Cieee…adrenalin nih ye?, dasar penulis. Ketinggian bahasanya..!” Goda Keyra.
“Ihh..!” tapi aku tak sejutek tadi.
“Makanya jangan marah marah dong, ntar mukanya tua sebelah..!” tak urung aku tersenyum masam, Kakakku suka menggunakan istilah itu kalau Ruth keponakanku yang masih berumur empat tahun emosi emosi labil gitu.
Tapi apa iya aku akan samperin cowok itu?
Bukannya itu kurang kerjaan namanya?, dicuekin aja deh.

Aku tidak tahu mengapa aku tiba tiba berada ditempat ini, sofa hitam yang cukup empuk tak kuasa mengurangi kegundahanku.
Entah karena apa….
Weww…ada seorang cowok menuju ke tempatku, tapi….wajahnya familiar…dia itu?.
Chie Huat kan?, asli sosok menyebalkan itu membuat hawa disekelilingku terasa sangat panas.
Benar…dia menuju ke arahku..
Makhluk itu tersenyum kalem, aku hanya terdiam beku.
“Bisa ya kamu ada disini?” aku dengan nada jutek.
“Nggak berubah juga kamu, udah hampir setahun gak ketemuan…masih suka jutek aja..!” wajahnya tampak innocent.
Aku memang agak temperamental dalam menghadapi orang orang tertentu, bukan apa apa….aku sering bersilang pendapat dengan dia waktu masih satu kerjaan dikantor yang lama.
Dulu kami satu team di sebuah perusahaan advertising, dia jadi bosku sebagai creative director sementara aku sebagai copywriter alias penulis naskah untuk iklan.
Aku merasa dia sering membatasi kreativitasku dalam berkarya, jujur…dia orangnya smart tapi mungkin karena dia sangat memahami potensinya itu jadinya terkesan egois dan perfeksionis.
Dion nama Indonesianya, kalau nama orientalnya Chie Huat. Asli ganteng banget kalau tidak menilik kelakuannya yang kaku dan menyebalkan.
Tapi sikapnya….fiuuuuh…sok arogannya jadi bikin disampingnya ibarat menginjak bara api, semua yang kita kerjakan salah dimatanya dan pada umumnya memang selalu ide cemerlangnya yang terpakai.
“Kamu?” otakku langsung “klik” dengan kehadiran cowok satu ini.
“Yap…gue, kenapa?. Gue gak nyaman dengan isi blog lo setiap hari!, kesannya lo benci cowok banget dan dimata lo semua cowok itu bejat..!”
“Hmm…masa?, bukannya bener?”
“Lo pernah disakitin cowok?, mana mungkin?. Cewek jutek kayak lo mana mungkin ada yang berani nyakitin?, galaknya aja masih kalah singa betina..!” dengan nada santai.
“Kamu jangan sembarangan ya?” aku kehabisan kata kata.
“Beneran, di kantor mana ada cowok yang berani sama lo?, galak minta ampun?” aku melotot tak terima dengan pernyataannya.
“Pernah patah hati ya?, karena orang biasanya orang patah hati yang suka menutup diri. Gak jelas….kayak gak punya prinsip aja, memangnya di dunia ini hanya ada satu cowok aja ya?” Dion nyerocos sok tahu.
“Kamu jangan sok tau ya?” wajahku memerah.
“Beneran non, tuh makin keliatan aja…sama siapa..si Ferdi..Ferdi itu ya?” wajahnya tampak innocent.
Busyet…dia kok bisa tau sampe sejauh itu?.
“Tau darimana kamu?” aku masih berusaha galak berusaha menutupi kegalauan hatiku.
“Aku pembaca setia blog kamu, dan mungkin aku adalah satu satunya..!”
Aku samasekali tak menyangka kalau semua yang tercurah di blog akan berinteraksi dengan dunia luar, karena aku menulis di blog karena aku malas punya diary, dan menurut aku menulis di blog lebih punya taste….daripada curhat sama orang lain yang belum tentu ngerti dengan apa yang kita rasakan menurutku itu lebih…tasteless..!.
Aku hanya sekedar mencurahkan perasaanku karena menurutku blog tidak akan pernah menuntut atau menyalahkan atas apapun yang kucurhatkan, beda kalau aku curhat sama teman atau sahabat..kadang kadang reaksinya tak selalu seperti yang kumau.
Oh ya….
Ferdi itu cinta pertamaku, 8 tahun yang lalu di Yogyakarta….
He is the one and still the one….
Pertama kali aku jatuh cinta dengan mata elangnya waktu dia main musik di sebuah gereja.
Usut punya usut, ternyata cowok blasteran jawa manado itu ternyata kuliah di jurusan musik salah satu universitas kristen di Godean, Yogya.
Waktu itu aku aktif bekerja disebuah Yayasan yang mengurusi wanita wanita yang punya masalah dalam menjaga kekudusan alias hamil diluar nikah.
Jadi teringat lagi sama makhluk manis dalam bis…upss..bukan, itu kan Lupus?, kalau cowok bermata elang itu?...makhluk manis dalam Gereja..
Yapp…karena aku memang selalu ketemu dia pada saat kebaktian.
Gak terasa aja udah delapan tahun berlalu, my cool princess….
Dia gak pernah nyadar ada cewek yang memujanya sebegitu lama….sampai delapan tahun.
Kami sempat dekat meski tak sampai pacaran.
Hanya pada tahap menjelang “status” itu, bermula dari tulisanku di majalah dinding sekretariat..
Trus dia kasih komen lewat sms, aku happy setengah mati….bahagiaaaaaa rasanya.
“Tulisan kamu menarik..!”. entah apa yang membuat sosok sedingin dia tergugah tapi kemudian aku nekad menemuinya di studionya.
“Makasih..!” hanya itu yang sempat terucap, wajahku memerah tak bisa mengatur debaran nafasku yang tiba tiba rasanya ingin melayang dari tempatnya.
Wajahnya begitu dekat….kalem….aku hampir pingsan rasanya…
Duh…begini ya rasanya kalau lagi jatuh cinta?.
Dia hanya terdiam kaku, “Kesini hanya mau bilang itu?”
“Emm…aku sekalian lewat, trus inget kalau studio kamu dekat sini..!”
“Oh ya?” nadanya sedikit bertanya…
Ampunnnn…jangan sampai dia tau Mey kalau kamu ngarang, alasan klasik saat terbentur pertanyaan tiba tiba itu.
“Beneran..” wajahku kupasang selugu mungkin.
“Mau masuk?” wajahnya berubah ramah, aku belum pernah melihatnya seramah itu sebelumnya.
“Mey yang di Nurani ya?”
Aku mengangguk kalem, melihat seperangkat alat alat musik dengan pandangan berkeliling.
“Teman teman belum pada ngumpul, untung deh kamu main..jadi aku gak kesepian!”
Tersenyum…iiih…cakep…..
Aku seperti mendapat kado spesial hari ini, menemukan sosok dingin itu satu paket dengan keramahan dan senyumnya…
Beda dengan yang biasa kulihat didepan altar saat dia main musik, atau dia cool hanya pada saat main musik aja ya?.
Aku memandangi wajahnya dengan berbinar.
Aku melihat teman temannya mulai berdatangan, aku merasa tidak nyaman.
“Eh, Fer..aku balik dulu ya?” beranjak pergi.
Ferdi hanya mengangguk kalem, aku menuju ke arah ringroad mencari angkutan.
“Mey?” Ferdi menyusulku.
“Iya?”
“Lain kali mau jalan gak?, ada yang ingin aku tunjukkan ke kamu..!”
Oh my God..?, dia ngajak aku jalan..wow….ini namanya dream comes true…
Sepanjang jalan aku senyum senyum sendiri/

“Mey, aku bete sendirian dirumah?, mau jalan bareng aku gak?” sebuah sms nyasar.
Iihh…pede banget….sosok menyebalkan itu…ngapain dia ngajak ketemuan?.
“Ngga..” aku to the point.
“Serius gak mau case?” aku langsung semangat.
“Boleh..!” wajahku kontan bersemangat.
Dion tersenyum ramah seraya menyapaku, “Hai, penulis..!”
“Jangan ngeledek, buruan..katanya ada case..!” aku to the point.
“Dasar mata duitan, ntar aja bicara case. Aku lagi bete dirumah, kangen berantem ma kamu..!”
“Ngertilah pak creative director, anak buah kamu kan banyak?. Tinggal telepon suruh ngerjain pekerjaan kamu..!” aku meledek.
“Memangnya selama ini aku seperti itu?”
“Mana urus?” aku sok jutek, dia tahu aku hanya pura pura jutek.
“Udahlah Mey, kamu masih sebel ya sama aku?, gara gara dulu aku sering marah marah ke kamu?. Tapi dulu kamu pernah curang kan sama aku, waktu presentasi kamu pake proposal aku..plagiat!” wajahku bersemu merah.
“Tapi kan aku ngaku juga?, habis kalau nggak ditolong sama proposal kamu waktu itu?, aku nggak akan bisa bertahan disana?”
“Iya, aku ngerti toh kamu juga udah minta maaf waktu itu, tapi kan akhirnya kamu keluar juga Mey?. Padahal kalau kamu sedikit lebih berani berimprovisasi kamu sebenarnya keren juga.
Gak perlu nyuri ide segala…kamu hanya kurang berani saja!”
Tumben nih anak bijak…biasanya suka mencari cari celah dari aku untuk dibuat salah.
“Mau aku ajak kesuatu tempat?” aku terkesima dengan kalimat itu/
Ferdi pernah mengatakannya dan itu adalah hari yang paling menyenangkan yang pernah kurasakan dalam hidupku.
Aku seperti kehilangan kata.
Dion mengajakku kesebuah rumah kecil, beberapa orang anak terlihat sibuk namun tetap ceria.
“Mereka itu siapa, Dion?”
“Mereka itu adik adikku?” aku mengernyit penasaran.
“Saudara kandung, Yon?”
“Saudara dalam nasib …!” aku tersentuh mendengar kalimatnya.
“Mereka itu adik adik angkatku Mey, mereka adalah korban dari Gempa Tsunami yang terjadi di aceh beberapa tahun yang lalu. Aku menemukan mereka waktu aku ikut menjadi relawan disebuah yayasan di Medan.
Kamu lihat cewek yang berkulit putih itu, namanya Riska..dia dari keluarga mampu dan sampai sekarangpun dia masih belum mampu menerima kalau kondisi ekonominya sudah berubah..dia beberapa kali masih suka kabur kalau malam ke klub. Tapi aku percaya proses akan membantu dia menjadi lebih dewasa dari yang sekarang?”
“Trus gimana cara kamu mendidiknya, Yon?” aku mulai tertarik.
“Dengan kasih sayang, dalam kondisi jiwanya yang masih labil aku tak tega untuk memarahinya…biarlah waktu yang membuat dia mengerti dan belajar lebih banyak lagi tentang kehidupan”
“Gak bisa gitu dong, Yon!” aku protes.
Masalahnya aku juga orang yang temperamental, menghadapi cewek bandel menurutku ya harus sedikit dikerasin?.
“Kamu anak ke berapa Mey?”
“Pertama..!”
“Anak pertama tapi kok manja?”
Manja?...huh…sejak kapan aku manja?. Kapan Dion melihat aku manja?, aku malah merasa kalau adalah figur yang mandiri dan jarang mengandalkan orang lain.
“Kapan aku manja?” aku merengut/.
“Tuh..dari situ aja kelihatan, kamu tuh keliatan banget lagi anak maminya?. Gak mau mengalah, jutek dan kadang kadang suka main perintah..!”
Wajahku mulai berubah rona. Dion mulai lagi…..
“Mey, aku bilang begini karena aku peduli sama kamu, karena sayang…maksud aku bukan sayang yang lain, sayang sebagai sahabat”.
Aku mengangguk luluh, terus terang baru kali ini aku mengenal Dion sebagai sosok yang berbeda dari yang biasanya kukenal.
Ternyata dibalik sikapnya yang sok arogan dan jaim, hatinya sangat tulus.
Ah…. never jugde book from cover anymore…
Dion memberiku pelajaran yang sangat berharga hari ini.
Hari hari berikutnya aku mulai sering menyambangi tempat Dion yang kini menjadi sahabat baikku.
Bercengkerama dengan anak anak yang polos itu memberikan sesuatu yang damai dihatiku.
Ah…jadi ingin rasanya melakukan sesuatu buat mereka.
Tanpa aku sadari waktu demi waktu aku merasa mulai didewasakan oleh kedekatanku dengan mereka.
Anak anak itu….ternyata ya Tuhan, aku yang selama ini sering mengeluh masih jauh lebih beruntung dibandingkan dengan mereka.
Mereka sering menggoda aku dan Dion yang dikiranya pacaran, tapi aku sama Dion sudah sepakat bahwa kita tidak akan merusak persahabatan kita dengan komitmen seperti itu.
“Kak Mey sudah punya pacar..!” begitu selalu Dion berkelit begitu anak anaknya mulai menggodaku.
Wajah imut mereka terlihat menggemaskan, aduuh…jadi pengen nyubit kadang kadang…hehe
“Dion, aku kagum sama kamu. Kamu hebat sekali..!” aku memuji Dion tulus sambil membantu merapikan meja meja tempat anak anak itu belajar.
“Aku ingin seperti kamu, Yon”
Ya…aku juga ingin seperti Dion, bisa melakukan sesuatu yang berarti untuk anak anak tak mampu itu.
Namun apa yang bisa kulakukan dan bagaimana harus memulainya?
Diam diam aku mengamati bagaimana Dion mendidik adik adiknya, dan sungguh…aku hampir meneteskan airmata melihat kesabarannya membimbing anak anak itu.
Dion yang kalau di kantor sangat arogan ternyata begitu lembut dan penuh kasih kalau menghadapi anak anak itu.
Aku mendekati Dion seusai dia mengajari adik adiknya .
“Yon, kamu pernah gak sih bosan dengan mereka?”
“Enggak Mey, aku sangat mencintai mereka. Mereka adalah jantung hatiku!” ada yang berdetak keras dijantungku, rasa cinta yang dalam yang tiba tiba kurasakan pada anak anak itu.
“Pernah gak sih kamu mengalami kesulitan menghadapi tingkah laku mereka?”
“Emm..sejauh ini belum, bahkan Riska yang paling bandelpun masih bisa kuatasi. Tapi aku gak akan pernah lupa akan satu kejadian dalam hidupku. Damai, adik yang paling kecil pernah sakit DBD, kami bawa ke dokter dan akhirnya diopname..aku gak ada uang, Cuma ada recehan…buatku waktu itu yang penting Damai selamat aja dulu, dia diopname selama empat hari, setelah trombositnya naik sama dokter dia udah bisa pulang.
Tapi kami gak mampu nebus yang ternyata biayanya jauh lebih mahal dari yang kami kira…akhirnya dengan sangat nekad aku mencuri perhiasan ibuku, dan kamu tahu?, sebulan setelah kejadian itu ibuku meninggal dan aku belum sempat mengembalikannya..!” tangisnya tertahan.
Aku memeluk Dion ikut terharu, lupa kalau dia adalah seorang laki laki.
Aku juga meneteskan airmata.
“Kalau nanti aku gak disini Mey?, kamu mau gak jagain mereka?”
Aku terhenyak kaget.
“Memangnya kamu mau kemana Dion?”
“Aku mau ke Australia, Mey..Cuma sebentar. Gak sampe tiga tahun..!”
“Ngapain?” tapi nada suaraku jelas sekali panik. Aku sendiri tidak tahu kenapa…..
Dion menangkap perubahan nada suaraku. “Jangan gitu dong Mey, kayak aku udah mau mati aja…!!!” setengah bercanda.
“Yon…”
“Kalau kamu pergi aku bakalan kangen, aku gak akan ketemu orang seperti kamu lagi..!” aku serius.
Dion menghela nafas panjang, “Kamu tau gak, kalau almarhum mamaku sempat dengar kalimatmu barusan dia bakal geleng geleng kepala, dia selalu takjub dengan anak muda jaman sekarang yang begitu luwes mengutarakan perasaannya, kalau aku gak kenal kamu aku bakalan geer Mey!”
Aku tersenyum kalem “ Yeee…mangnya aku ngomong apa barusan?, aku gak akan pernah lagi ketemu sama orang yang sepeduli kamu sama orang lain seperti ini. Ah…Tuhan kok tega ya membiarkan kita ketemu cuma sebentar!”
Dion tersenyum kalem, “Pokoknya aku titip anak anak sama kamu Mey, kalau ada apa apa dengan mereka kamu harus bertanggung jawab dengan aku..” nada suara Dion serius.
“Kamu beneran mau pergi Yon!” tiba tiba aku merasa ada sesuatu yang hampa dihatiku. Selama ini Dion sudah jadi sahabat sejatiku satu satunya, saat aku butuh orang untuk bersandar, ke bahu Dionlah aku berlari.
Aku belum pernah menemukan sahabat terbaik yang bisa melewati suka duka bersama seperti persahabatan aku dan Dion.
Sebuah persahabatan yang agung karena memang benar benar didasari oleh rasa yang murni tanpa ada perasaan lain yang bercampur layaknya dua orang yang berlainan jenis.
Tak ada cinta, namun kekuatan persahabatan kami aku percaya melebihi ikatan pasangan manapun.
“Dion..!” Aku mulai menangis.
“Bagaimana aku menjaga mereka sedangkan aku juga butuh dijaga, kenapa kamu harus pergi disaat aku mulai membutuhkan kamu..?” aku sesunggukan jadinya.
Samasekali tak rela Dion pergi…
Aku menutup wajahku dengan kedua belah tanganku, dengan apa aku akan menjalani hari hariku tanpa kehadiran sahabatku ini?, satu satunya orang yang benar benar hadir dalam hidupku setelah selama ini aku melewati banyak hari dengan kesepian.
“Hei, nona jutek, kemana nih garangnya, kok udah melempem aja..!” Dion masih berusaha mencairkan suasana.
“Dion, inget gak?, dulu aku benci banget sama kamu..kamu ingat gak dulu kamu sering sok jaim, tapi sekaligus juga playboy..gak bisa lihat cewek cakep dikit aja, suka bicara porno, suka nanya yang aneh aneh…ternyata setelah kenal dengan kamu aslinya nggak seperti itu, kamu baik, tulus dan aku bahkan gak pernah nyangka kamu punya anak anak ini..dan kamu sayang sekali sama mereka..!”
“Mey, aku gak sempurna. Aku memang bukan laki laki baik baik…aku tidak percaya cinta antara laki laki dan perempuan. Aku sudah beberapa kali mencoba menjalin hubungan serius, tapi pada akhirnya aku hanya selalu patah hati. Mereka memilih aku karena apa yang aku miliki, karena aku seorang creative director yang mereka anggap sukses..karena itulah aku nasehati kamu juga, jangan percaya sepenuhnya dengan laki laki, susah menemukan yang benar benar tulus. Tapi aku percaya akan persahabatan yang tulus seperti yang aku punya dengan kamu dan anak anak ini, kamu dan merekalah yang membuat warna dalam hidupku…karena itulah aku tidak akan pernah jatuh cinta dengan kamu, karena aku nggak mau kehilangan kamu suatu saat..!” airmataku makin berlinang.
“Makasih ya?”
Aku kembali kerumah kontrakan masih dengan perasaan nelangsa, rasanya airmataku tidak mampu kutahan..rasa hatiku remuk melebihi orang yang sedang patah hati.
Ada sesuatu yang membuat aku tegar semenjak persahabatanku dengan Dion terjalin. Aku tidak pernah bercerita sesuatu padanya tentang apa yang aku alami, karena tanpa bercerita pada Dion aku sudah merasa bahwa Dion adalah obat yang mujarab yang kupunya.
Dion mampu membuat aku melupakan rasa sakit yang kupunya, rasa sakit yang kupendam sendirian selama bertahun tahun.
Rasanya airmataku masih ingin tumpah,,
“Dion, kalau kamu pergi aku sama siapa?, siapa yang akan membuat aku tertawa lagi?”
Kejadian itu sembilan tahun yang lalu, saat aku masih menginjakkan kaki dibangku persiapan di sebuah universitas negeri di Medan.
Aku harus menyelesaikan jurnal untuk praktikum dasar botani di fakultas pertanian..
Tiba tiba taksi berlari kencang seolah berpacu dengan waktu yang masih sangat pagi…
Aku terkapar tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit.
Hanya dua hari aku di rumah sakit setelah itu aku istirahat selama beberapa hari kemudian…
Banyak hal yang tak kupahami saat itu, dan aku merasa sangat kesepian.
Aku memutuskan meninggalkan bangku kuliah hingga aku akhirnya terdampar di kota kecil bernama Yogyakarta.
Kota manis yang akhirnya menjejakkan sejarah dalam hidupku yang tak bisa tergantikan hingga kini….
Kota yang pertama mengenalkan aku dengan kehidupan yang aku pikir hanya ada dalam dunia sinetron.
Pertemuanku dengan Ines, Fara, Rere dan Indah alias achy alias esty, aku tidak tahu siapa nama asli mereka satu persatu…
Orang orang yang membuat aku tak berani menganggap rendah para penjaja cinta, karena ternyata mereka punya alasan masing masing.
Pertamakali kenal dengan Ines, cantik, modis, sayangnya dia sudah mengambil jalan yang salah dan melompat dari koridor itu.
Aku mengenalnya didunia maya, dia sering online disebuah warnet didaerah jalan Magelang.
Pertama kali aku penasaran dengan nicknya yang agak vulgar, tadinya aku pikir dia pria yang menyamar jadi cewek.
Tapi setiap aku online aku selalu melihat nick yang sama, hingga akhirnya menggelitik tanyaku….
Aku pake nick Angelfire^Girl, tapi dia tidak pernah merespon sapaanku…
Oh ya…mungkin dia akan berubah fikiran kalau aku menyamar jadi cowok.
Aku menyamar…
Verry-Jogja : Hai, boleh kenalan gak?
Dengan cepat diresponnya, “Kamu bisa bantu aku nggak, aku lagi butuh uang?”
Aku tergelitik…
“Kamu butuh uang buat apa?”
“Aku sudah diwarnet sehari semalam, aku tidak bisa bayar chatting..billnya sudah sampe 60 ribu!” jawaban dari sana seperti menyiratkan nada panik.
Aku terhenyak kaget….”Busyet…..betah amat sehari semalam diwarnet!” dalam hatiku.
Aku hanya punya uang 30 ribu ditangan.
Dengan rasa prihatin aku mencoba menuju kearahnya, Ines…gadis itu cantik sekali. Rambut sebahunya berkilau terawat dan wajah putihnya lebih cantik dari Leony..
Ah..sayang sekali gadis semanis ini harus melompat dari jendela itu….
“Kamu Ines?” Aku mencoba bersahabat.
“Kamu siapa?” wajahnya penuh tanda tanya.
“Sorry tadi aku chatting sama kamu, aku nyamar jadi cowok..!”
Pertanyaan diwajah Ines terjawab.
“Maaf, jadi merepotkan!”
“Tidak apa apa..tapi aku Cuma punya 30 ribu..!” aku merasa sedikit bersalah.
“Nggak apa apa, tadi udah ada yang datang kok ngasih 50 ribu. Tapi kami ngedate malam ini..!” wajahnya terlihat tak ada beban.
“Kamu hanya perlu bantu aku 1o ribu..!”
Setelah membayar chatting Ines kami berjalan menuju angkringan terdekat sambil mengulik pribadinya lebih dekat lagi.
Aku memesan bubur kacang ijo dan Ines memesan es teh manis.
“Sejak kapan kamu kerja seperti ini?”
“Aku sudah begini dari SMP. Papaku sebenarnya orang kaya, kontraktor..tapi aku hidup bebas”.
Dengan entengnya.
Aku terkesima sejenak, di Medan aku hidup sekian tahun aku belum pernah sama sekali menemukan sisi kehidupan yang seperti ini yang kubayangkan hanya ada di sinetron sinetron.
“Kamu tau gak?, Di Medan aku belum pernah lho ketemu komunitas yang kayak gini..” ucapku polos.
“Ah masa?”
“Beneran”
“Kamu anak mami kali ya, udah punya cowok?” Ines menyelidiki yang belakangan aku baru tahu kalau ternyata umurnya baru 16 tahun.
“Nggak”
“Ya karena kamu belum kenal cowok aja, ntar juga kamu rasakan sendiri” katanya pede.
Itulah perkenalan singkatku dengan sosok cantik itu, hingga akhirnya ia mengenalkan aku dengan teman teman se”profesi”nya itu.
Suatu malam tiba tiba aku merasa ada sesuatu yang menyiksa dikepalaku saat aku bermain kerumah mereka, Ines, Fara dan Echy.
Sakit dan menyiksa…
Mereka dengan tulus membawaku kerumah sakit dan membiayai biaya opnameku selama dirumah sakit.
Ah…aku sangat terharu karena dibalik “dosa” mereka tersembunyi hati yang dibalut ketulusan yang luar biasa.
Dokter mengatakan ada yang rusak dijaringan syaraf kepalaku, aku sering merasakan sakit dan pingsan tiba tiba apalagi kalau hujan datang.
Dan merekalah yang selalu ada membantuku melewati kesakitan itu.
Hingga bertahun tahun lamanya aku merasakan sakit yang menyiksa.
Dan aku menyimpannya dari semua keluarga, aku berjalan sendirian.
Dan Rere juga menyimpan kisahnya tersendiri, gadis manis berambut shaggy itu kisahnya paling pilu.
Dia nekad menjadi penjaja cinta karena butuh biaya untuk mengobati penyakit kanker yang sudah menggerogoti tubuhnya.
Ah…tidak adakah pria yang tergugah setelah mendengar kisah hidupnya?, mengapa mereka mengizinkan gadis semalang itu harus membagi kehormatannya demi sesuatu yang akan membuatnya tetap bertahan hidup…
Mengapa Rere tak diberi kesempatan untuk menjadi gadis yang tak harus melewati lembah itu?..
Kadang aku sering tak habis pikir..
Dimana Tuhan ketika itu?????
Yang aku ingat, Rere sering menangis menyesali keadaan. Namun dia gak punya pilihan.
Dan hidup mereka, mau tak mau harus memandang pria dari sisi yang berbeda.
Akhirnya Dion berangkat juga, aku merasakan kembali sakit itu. Sakit yang menyiksa dikepalaku yang sudah hampir setengah tahun tidak pernah lagi kualami semenjak aku bersahabat dengan Dion.
Setelah Dion terbang menuju impiannya ke negeri kangguru, Aku kembali merasakan sesuatu yang menyiksa dikepalaku..tubuhku mendadak dingin dan lemas.
Aku terjatuh dan pingsan didepan bandara Polonia…
Orang orang hanya berlalu lalang dan tak ada yang menolongku…
“Tuhan, ini gak adil. Kenapa Tuhan hanya mengirimkan satu orang untuk jadi sahabatku?”.
Setelah aku merasa sedikit pulih dengan wajah menahan malu aku memanggil becak “ Padang bulan berapa?”
“15 ribu..” katanya tanpa ekspresi.
Sekali lagi aku merasa pilu.
Dion mengirimkan beberapa photo via email, dan mengajak aku ngobrol di ym. Aku merasa sedikit bergairah.
Setidaknya kami masih bisa bertemu lewat dunia maya.
“Dion, aku kesepian gak ada kamu..!”
“Mey, aku rasa mungkin aku salah…kemarin itu omonganku ngelantur. Tiba tiba aku jadi inget kamu, aku ngerasa kamu pantes dapet pendamping terbaik yang bisa jagain kamu”
Aku tersinggung, dan tiba tiba merasa sangat rapuh mendengar kalimat Dion.
“Cewek seperti aku apa maksud kamu?”
Aku mematikan ym dengan kesal.
Rasanya ingin menangis tapi tiba tiba aku merasa jauh lebih kuat.
“Nggak, Mey..kamu bisa sendirian..”aku meyakinkan hatiku

Aku merasa nelangsa, beberapa tulisanku di media massa ditolak, padahal biasanya karyaku dengan mulus diterima oleh mereka tanpa proses editing.
Apanya yang salah..?, aku merasa sudah menulis dengan maksimal.
Atau apa ini ada kaitannya dengan suasana hatiku yang tak terkendali..jadinya hasil akhir dari tulisanku tidak maksimal.
Ada apa dengan kamu, Mey?
Aku kangen dengan pembaca blog pribadiku itu?, sosok yang membuat aku jatuh cinta dengan dunia anak anak yang terpinggirkan..Ah..Dion..kamu kapan pulang?.
Sudah tiga bulan semenjak Dion ke Australia, blog blogku kesepian minta dikomentari…
Aku jadi malas menulis di blog.
Tiba tiba aku kepikiran ucapan Dion, mungkin aku memang butuh pasangan.
Selama ini aku sudah begitu banyak melewati hari hariku dengan sendirian, kerja dan kerja terus.
Tapi gimana caranya?, aku bukan sosok yang mudah membuat cowok memalingkan wajahnya untuk memandangi aku.
Ah…andai saja aku punya wajah seteduh wajah Keyra.
Untuk pertama kalinya aku merasa menyesal punya wajah standar, tak ada yang bisa dibanggakan.
Hufff……..aku bosan menulis blog, rasanya aku jadi ingin mencuci mata..
Aku kangen ke Starbucks, sudah lama gak kesana.
Ah…aku sebenarnya bukan penyuka kopi fanatik namun ada sesuatu yang membuat aku dulu jatuh cinta dengan Starbuck.
Kisah hidup pemiliknya yang pernah ku tonton disebuah TV swasta, dimana saat membuka usaha coffelatte itu dia sangat memikirkan kesejahteraan para karyawannya hingga membuatkan mereka asuransi kesehatan disamping gaji dan bonus yang sangat besar, juga menjadikan karyawannya sebagai teman.
Mungkin karena aku juga bahagian dari dunia asuransi hingga merasakan adanya keterikatan emosional?.
Namun pada akhirnya yang membuat aku addicted adalah kopinya yang memang…numero uno…jempol…ueenak tenan.
Aku jadi addicted coffe mania.
Tapi hanya berlaku untuk Starbucks.
Aku memilih tempat di sudut sekalian bisa cuci mata, sesosok wajah tampan langsung mencuri pandanganku…
Sayang bule…not my type…
Tapi dia mendekatiku “May I accompany you?”
Aku sedikit grogi, gimana jawabnya ya..bahasa inggrisku pas pasan.
“Sure,,!”
Dua meletakkan tas ranselnya yang lumayan besar dipangkuan seraya mengeluarkan handycam.
Dengan pedenya mengarahkan kewajahku, aku terkejut dan wajahku merona….apa apaan ini?
“Hei..what’s up. Don’t do that, please!” aku melotot.
“you don’t have to be ashamed, you have very exotic and beautiful face..!” si bule tersenyum.
“Don’t tease me..!” Aku berlalu membiarkan dia melongo.
Dasar bule…bikin malu saja.
Aku membiarkan dia terbengong sendirian.

#kisah ini tentang seorang sahabat lama, pernah jadi musuh bebuyutan, pernah lost kontak, pernah menghilang..dan sekarang jadi kekasih..David Sugianto a.k.a Dionisius Ignatius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar