By : Meyrist Situngkir
“Kamu udah
makan belum?”, nada suaraku berusaha menunjukkan ketegaran, lelaki itu pasti
sedang terbaring rapuh disana.
“Udah, ini
masih banyak kerjaan..”, suaranya terdengar innocent. Padahal aku tahu dia
sedang berbohong, dia tidak sedang bekerja. Dia sedang terbaring lemah di
sebuah rumah sakit di Victoria, Melbourne.
Alangkah
jauhnya jarak itu, coba David di Jakarta. Mungkin aku bisa punya banyak waktu
untuk lebih memperhatikannya. Lelaki kurus itu, aku mengusap airmataku yang
sudah menetes pelahan lahan.
Dalam hati aku
ingin memaki “, Kenapa harus bohong sih, Vid?, kenapa ngga jujur dari awal
kalau kamu sakit separah ini?”.
Pantas aku tak
bisa membencinya.
Komunikasiku
terakhir dengannya tepat tanggal 16 januari kemarin, masih masa masa tahun
baru.
Dia mengaku
selalu sibuk dan minta dimengerti bahwa bisnisnya sedang butuh prioritas
khusus.
Berkali kali
aku sms tak pernah dibalas, hingga satu waktu aku pernah nekad nelpon jam satu
malam, di Australia mungkin sekitar jam 4 pagi, dia tidak membalas namun hanya
menjawab singkat lewat sms “Call back again, am busy right now..”.
Dalam hatiku
sedikit tersinggung, sibuk apa jam 4 pagi?, orang dugem juga udah pulang kali
jam segitu..
Benar benar David
yang tidak biasa kukenal, punya kekasih lain?, mungkinkah….
Aku memilih
tidak memikirkannya, bagaimanapun aku masih punya banyak kerja yang harus
diprioritaskan, setidaknya berusaha untuk tidak memikirkan lelaki keturunan
tionghoa itu.
Ym nya selalu
aktif namun tidak pernah sekalipun menyapaku, seperti biasa dengan kata kata
yang manis. Teleponnya juga berhenti
dengan sendirinya.
Ah…ngapain
juga mikirin dia, kadang sekilas hatiku berusaha kuat. “Ingat, kalau dia tidak
memikirkanmu samasekali, jangan pikirkan dia. Jangan habiskan waktumu untuk hal
hal yang tidak “berguna”. Kata kata “tidak berguna” agak kutekankan dalam
hatiku.
Teringat
kejadian dua minggu yang lalu, apa kejadian itu yang membuat David menjaga
jarak padaku?. Waktu itu ada temannya yang sedang kesusahan, teman masa
kecilnya, karena aku tidak punya uang samasekali aku minta tolong David
membantu dia. David tidak menjawab samasekali smsku ataupun mengangkat
teleponku.
Aku sudah lupa
kapan terakhir kali dia bersikap manis padaku.
Hendrik pasrah
“, Mey, jangan minta tolong lagi sama David, ngga enak memang, aku ngerti
perasaan orang orang bisnis, apalagi pada saat jatuh seperti aku ini, rasanya
pasti nggak nyaman buat dia..”.
Aku kasihan
pada lelaki itu, dulunya dia pengusaha terkenal dan kaya raya, karena ditipu
rekan bisnisnya hartanya “menghilang” satu persatu. Aku bisa bayangkan
bagaimana terpuruknya dia saat memulai bangkit kembali.
Aku baru
mengenal Hendrik beberapa bulan kemarin, dua bulan setelah aku menjalin
hubungan dengan David..keturunan tionghoa juga, yang sedang berusaha menata
kembali hidupnya dan sedang ditinggal kabur oleh sang istri.
Aku masih
ingat jelas komitmenku dengan David, bahwa kita akan mempergunakan hidup kita
untuk peduli dengan orang lain.
Aku masih
merekam jelas moment itu….
Saat itu disebuah
kafe di Kelapa gading…..
“Kamu sama
siapa sekarang?”
“Ga ada..”,
aku terdiam kaku. Masih teringat dengan jelas komitmentku dengannya saat kita
menjadi sahabat di Medan. Hubungan ini tidak akan pernah menjadi hubungan
sepasang kekasih…
Hubungan yang akan
menjadi sahabat murni sampai tua, kalau perlu sampai ajal menjemput.
David baru
pulang dari Australia kala itu, makin kurus dan kelihatan makin macho dengan
kumis tipisnya.
Diam diam
jantungku berdebar kencang, tapi ah..tidak boleh…
“Kan sudah
sepakat jadi sahabat dari dulunya”.
“Mey?”, David
menatap mataku
“Iya.”, aku
mulai grogi, takut lelaki ini bisa membaca hatiku.
“Kamu benar
benar sendirikan sekarang?”.
“Apaan..”,
suaraku makin grogi, duhhh..berasa jadi ABG lagi
“Kamu mau
godain aku lagi?, playboymu makin menjadi yah semenjak di Australia?”, aku
belum lupa bagaimana dulu cowok ini selalu gampang luluh melihat “cewek
bening”.
“Nggak,
serius..waktu di Ausi aku sering mikirin kamu, mengingat betapa uniknya kamu,
galak banget tapi punya hati yang tulus kalau udah peduli sama orang, ditambah
masih virgin kan?, hahaha”, suaranya membahana.
“Dasar, sok
tau..”, wajahku memerah.
“Taulah, cowok
mana gitu yang berani sama kamu, masih kan?”. Suaranya menggoda.
Hampir kupukul
dia dengan sendok garpu ditanganku kalau saja tidak ingat ini tempat ramai.
Masih David yang dulu..
“Nggak, kata
siapa?”, aku balas menggoda.
“Wah, serius
nih, boleh dong?”, godanya semakin nakal.
“Hei serius,
bahas topik yang lain aja boleh nggak?, bawa oleh oleh apa dari sana?”. Aku
mengalihkan topik sebelum cowok ini makin menjadi jadi..
“Telat nanya
oleh oleh, aku sudah dua bulan disini..”, satu yang unik dari cowok ini, dia
tidak pernah pakai bahasa “lu” atau “gue” seperti etnis china kebanyakan.
“Iya deh..”
Kembali
wajahnya terlihat serius, “Serius Mey, aku nanya..kamu masih sendiri nggak, mau
aku kenalin sama temanku?”.
“Emang
dijidatku ada tulisan “nggak laku” yah sampe harus dijodoh jodohin..”, wajahku
terlihat serius tapi sebenarnya aku hanya sedang bercanda.
“Ya nggak…”,
David gelagapan.
“Terus?”.
“Masih sama
yah kayak yang dulu?, kayak nggak butuh cowok banget?”, David sedikit serius.
“Eh, kata
siapa?, mantanku banyak lagi…”. Aku jujur
“Iya mantanmu
banyak, tapi aku tau buat apa buat observasi bahan fiksimu kan?, sumpah ngga
ada yang serius kan?”, tebakan David mengena.
“Ayolah Mey,
berapa tahun sih kita temenan, aku kenal kamu lahir bathin, alasan kenapa kamu
ngga mau nikah sampe umur segini karena kamu terlalu terobsesi jadi penulis,
jadi lupa bahwa “relationship” itu penting..”, skak mat…aku benar benar tak
berkutik mendengarnya.
“Aku yang
ngertiin kamu Mey, dari dulu…cocoknya kamu itu berjodoh sama aku..”. David
serius.
“Kamu?, tadi
bilangnya mau jodohin, mana yang benar?”, aku mendadak bingung.
David
gelagapan “Yaa…ya…maksud aku..”.
“Maksudnya
kamu mau isengin aku lagi kan?”, aku mendadak tersinggung dan meninggalkan
David sendirian.
Ah..ternyata
sekali playboy tetap playboy..
Tiba tiba saja
kesedihan terasa sangat mengiris hatiku, diam diam harus kuakui pertemuan malam
ini membuatku menyadari aku memang jatuh cinta padanya, aku sangat jatuh cinta
padanya.
Tapi jatuh
cinta pada David, pemuda kaya lulusan Australia itu jelas langkah yang salah.
Dari dulu aku
mengenalnya sebagai bosku, lalu jadi musuh kemudian menjadi sahabat, David
memang terkenal sebagai “penakluk”, wajah orientalnya yang memikat ditambah
dengan otak cerdas cukup untuk memukau para kaum hawa. Aku masih belum lupa
itu.
Beberapa hari
kemudian di ym, David memintaku untuk video call, dia masih di Jakarta. Aku
menolak dengan mereject berkali kali.
Sebuah message
dari David “Please, aku janji tidak akan bahas itu lagi deh..”, aku mengalah.
Aku membuka
video call David, rambutnya masih basah terlihat baru mandi.
“Mey, ketemuan
yuk, aku kesepian nih..”.
Aku tersenyum
melihat raut wajahnya yang memelas.
Akhirnya
kupilih ketemuan didekat danau Sunter, dengan alasan lebih dekat kalau balik ke
tempat kost.
David tidak
rapih seperti biasanya, memakai kaus warna hijau yang kebesaran serta berwarna
kusam.
Aku agak geli
“,Kok tumben kayak tukang kebun?”, David santai “,Memang habis nyabutin rumput
didepan rumah..”, senyumnya manis sekali. Aku sampai terpesona.
“Mey, minggu
depan aku udah balik lagi ke Ausi..”. nada suaranya serius.
Mendadak
hatiku sedih, rasanya bakal kehilangan sekali
“Iyah..”,
hanya itu yang bisa kukatakan.
David
menggenggam tanganku, hujan mulai turun rintik rintik. Tapi aku malas berteduh,
magnetnya adalah genggaman tangan itu, rasanya tidak ingin melepaskan.
“Kamu suka
juga kan sama aku, Mey?”. Aku tidak sanggup mengeluarkan kata kata. Hanya
terdiam membisu.
Hujan makin
deras, tanpa sadar airmataku juga memanas. David pasti tidak mengetahuinya
karena airmataku sudah bercampur dengan hujan.
Tanpa sadar
aku memeluknya.
“Mey?”.
“Iya..?”
“Kamu ingat
nggak kamu dulu punya cita cita punya rumah kecil, punya taman kecil dengan
keluarga yang bahagia?, kita akan mewujudkannya kelak..”. David membisikkannya
lembut.
“Vid?”.
“Iya, sayang”.
“Kalau kamu
selingkuh, aku bunuh kamu..”, bisikku lembut. David hanya tersenyum “Duh,
galaknya kambuh lagi deh..”, tapi mata kami berbicara penuh arti. Dan sejak
malam itu kami resmi menjadi sepasang kekasih.
Airmataku
menetes mengingat bagian itu, hanya beberapa bulan kami menikmati keindahan dan
kebahagiaan itu. David sepulang ke Australia selalu menelponku ke kantor,
setiap hari. Kadang aku sampai menegurnya tidak usah terlalu sering menelpon
karena biaya telepon yang sangat mahal.
Hingga
kemudian David menghilang…..
Dan aku
kecewa, David ternyata masih David yang dulu, yang suka menciptakan harapan
lalu memupus harapan itu sendiri, harusnya aku tahu itu dari awal.
“Mey, ada
khabar dari David?”, Hendrik suka bertanya padaku. Aku kebingungan harus
menjawab apa, sms dan teleponku tidak pernah lagi diangkat dan dibalas.
Aku gengsi
mengatakan pada Hendrik kalau kami sudah tidak berkomunikasi lagi. Walaupun
Hendrik dan David sahabat kental, tapi sebagai sesama lelaki pasti ada hal hal
yang saling dirahasiakan.
Tapi kali ini
aku merasa perlu jujur..
“David ngga
pernah lagi ngangkat teleponku..”.
“Oh ya?”,
suara Hendrik dari Cibubur, lelaki itu sempat terpuruk namun kini sudah mulai
bangkit lagi dengan bisnis barunya. Aku menemaninya bangkit dari masa masa
sulitnya, karena itu hubungan persahabatan kami sangat erat.
“Kamu pernah
komunikasi sama David?”, aku berharap ada jawaban yang memuaskan.
“Boro boro
Mey, semenjak gw miskin, David kan menghindar, biasalah orang kaya kan suka
begitu?”.
“Harusnya
David ngga boleh begitu..”, aku sedikit gemas tapi tiba tiba teringat sesuatu,
David dulu bukan orang yang seperti itu. David sangat peduli pada orang lain.
Airmataku
tertahan, hatiku berontak…David tidak mungkin berubah tiba tiba.
Aku mencoba
menelpon David, diangkat..dalam hati aku bersorak..
Tapi…”Mey,
nanti aku telpon balik yah, mamanya David lagi di Melbourne, bentar lagi ya
sayang?”.
Aku mencoba
bijak meski kecewa “,Ya udah, nggak usah telpon kalau lagi sibuk, happy new
year yah?”.
Nyatanya dua
minggu setelahnya David baru nelpon, itu juga dengan kalimat yang mengejutkan.
“Mey, lagi
sibuk?, aku mau ngomong sesuatu yang penting..”.
“Iya Vid..”,
sudah dua minggu tidak mendengar suaranya semenjak tahun baru kemarin, rasanya
rinduku menyengat.
“Mey, maaf
kita tidak bisa bersama lagi, David sudah punya pacar disini..dan disini ada
teman David yang sangat baik, namanya Jimmy, dia seumuran David, David ingin
menjodohkan kalian berdua, mungkin dialah jodoh Mey, dia bisa ajak Mey tinggal
di Melbourne..”, suaranya terdengar innocent.
Aku menangis,
rasanya seperti dipukul palu. Sakit sekali..David..memangnya aku ini apa…
Suaraku
terisak “Vid, kamu nggak harus seperti ini, kamu kalau mau putusin aku, putusin
aja, jangan berfikir seolah olah duniaku akan hancur tanpa kamu..”
“Mey mau atau
nggak, kalau ngga mau ngga apa apa, tapi satu hal dia baik dan setia, dia ngga
playboy kayak David..”, David masih dengan nada polosnya.
Aku menangis
terisak “Nggak usah vid, makasih..nggak papa, jangan pikirkan aku..”.
Aku langsung
menelpon Hendrik.
“David jahat
banget Hen, dia sudah punya pacar ternyata..”.
“Ya sudah,
yang sabar Mey. Mungkin David bukan jodohmu..”.
Aku terduduk
lemas dan mereview semuanya, mengingat David yang bisa sampai berkali kali
nelpon dalam satu hari, janjinya untuk menemaniku menjelajahi pecinan kota tua
pada saat imlek, menemani dan merayakan valentine, ziarah ke makam neneknya di
Solo. Semua bullshit..ingin rasanya membencinya.
Dua minggu
setelahnya aku sudah mulai bisa menata kembali hidupku walaupun kadang kadang
airmataku menetes.
Aku jadi ingin
membuktikan pada David, bahwa aku akan menjadi orang yang sukses agar dia tidak
akan meremehkanku lagi.
“MyDavid”
calling, aku mengangkat.
“Ini Mey
yah?”. Suara itu bukan suara David.
“Ini Jimmy,
temannya David di Melbourne..”.
“Ada apa Jimmy?,”
Firasatku mendadak mengatakan ada sesuatu
“David
sebenarnya nggak punya pacar, dia lagi sakit parah..Aku belum bisa cerita apa
penyakitnya, tapi sepertinya tidak akan bertahan lama..”. airmataku mendadak
tumpah, David..kenapa dia?.
“Banyak hal
yang tidak Mey ketahui tentang David Mey, dan mungkin Jimmy juga tidak bisa
cerita banyak..nanti kalau ada mukzijat David sembuh, mungkin ada banyak hal
yang bisa kalian ceritakan, yang pasti soal penyakit David Jimmy akan kirim
khabar via email..”. aku hanya bisa mengangguk sementara airmataku terus
menetes.
“Boleh aku
bicara dengan David?”, Jimmy meminta izin sebentar pada David,mungkin dengan
sedikit diplomasi.
Suara David
terdengar bersemangat, tidak seperti orang sakit.
“Vid..?”.
“Iya Mey,
gimana sama Jimmy?”. David, aku bisa menangkap getaran suaranya.
“Vid, walaupun
kamu sudah punya pacar, boleh nggak aku tetap cinta sama David?”. Aku nekad
“Eeh..”, David
gelagapan
“Mey ga mau
dengan siapapun , dengan Jimmy atau dengan Justin Bieber sekalipun, Aku mau
tunggu David pulang..”, seolah olah aku tidak tahu dengan penyakitnya.
David hanya
terdiam, diujung telepon airmataku kembali mengalir.
“Kamu harus
sembuh Vid, kamu harus pulang buat ketemu aku..”. dalam hatiku perih.
“Mey, ntar
kita telpon telponan ya, David masih banyak kerjaan..”, aku menangkap nada
suara yang berbeda getarannya, parau dan seolah menyimpan luka.
“Aku akan
berdoa Vid, aku juga akan bekerja keras supaya bisa punya uang kesana, aku akan
menemanimu disana, menemanimu hingga sembuh, membangun rumah kecil seperti
mimpi kita “, Janjiku dalam hati.
waow..... aku suka :D
BalasHapusItu real story lho..heheh
BalasHapusBagus kak
BalasHapus