Jumat, 08 Februari 2013

KISS ON THE RAIN



By : Meyrist Situngkir

“Kamu udah makan belum?”, nada suaraku berusaha menunjukkan ketegaran, lelaki itu pasti sedang terbaring rapuh disana.
“Udah, ini masih banyak kerjaan..”, suaranya terdengar innocent. Padahal aku tahu dia sedang berbohong, dia tidak sedang bekerja. Dia sedang terbaring lemah di sebuah rumah sakit di Victoria, Melbourne.
Alangkah jauhnya jarak itu, coba David di Jakarta. Mungkin aku bisa punya banyak waktu untuk lebih memperhatikannya. Lelaki kurus itu, aku mengusap airmataku yang sudah menetes pelahan lahan.
Dalam hati aku ingin memaki “, Kenapa harus bohong sih, Vid?, kenapa ngga jujur dari awal kalau kamu sakit separah ini?”.
Pantas aku tak bisa membencinya.
Komunikasiku terakhir dengannya tepat tanggal 16 januari kemarin, masih masa masa tahun baru.
Dia mengaku selalu sibuk dan minta dimengerti bahwa bisnisnya sedang butuh prioritas khusus.
Berkali kali aku sms tak pernah dibalas, hingga satu waktu aku pernah nekad nelpon jam satu malam, di Australia mungkin sekitar jam 4 pagi, dia tidak membalas namun hanya menjawab singkat lewat sms “Call back again, am busy right now..”.
Dalam hatiku sedikit tersinggung, sibuk apa jam 4 pagi?, orang dugem juga udah pulang kali jam segitu..
Benar benar David yang tidak biasa kukenal, punya kekasih lain?, mungkinkah….
Aku memilih tidak memikirkannya, bagaimanapun aku masih punya banyak kerja yang harus diprioritaskan, setidaknya berusaha untuk tidak memikirkan lelaki keturunan tionghoa itu.
Ym nya selalu aktif namun tidak pernah sekalipun menyapaku, seperti biasa dengan kata kata yang manis. Teleponnya juga berhenti  dengan sendirinya.
Ah…ngapain juga mikirin dia, kadang sekilas hatiku berusaha kuat. “Ingat, kalau dia tidak memikirkanmu samasekali, jangan pikirkan dia. Jangan habiskan waktumu untuk hal hal yang tidak “berguna”. Kata kata “tidak berguna” agak kutekankan dalam hatiku.
Teringat kejadian dua minggu yang lalu, apa kejadian itu yang membuat David menjaga jarak padaku?. Waktu itu ada temannya yang sedang kesusahan, teman masa kecilnya, karena aku tidak punya uang samasekali aku minta tolong David membantu dia. David tidak menjawab samasekali smsku ataupun mengangkat teleponku.
Aku sudah lupa kapan terakhir kali dia bersikap manis padaku.
Hendrik pasrah “, Mey, jangan minta tolong lagi sama David, ngga enak memang, aku ngerti perasaan orang orang bisnis, apalagi pada saat jatuh seperti aku ini, rasanya pasti nggak nyaman buat dia..”.
Aku kasihan pada lelaki itu, dulunya dia pengusaha terkenal dan kaya raya, karena ditipu rekan bisnisnya hartanya “menghilang” satu persatu. Aku bisa bayangkan bagaimana terpuruknya dia saat memulai bangkit kembali.
Aku baru mengenal Hendrik beberapa bulan kemarin, dua bulan setelah aku menjalin hubungan dengan David..keturunan tionghoa juga, yang sedang berusaha menata kembali hidupnya dan sedang ditinggal kabur oleh sang istri.
Aku masih ingat jelas komitmenku dengan David, bahwa kita akan mempergunakan hidup kita untuk peduli dengan orang lain.
Aku masih merekam jelas moment itu….
Saat itu disebuah kafe di Kelapa gading…..
“Kamu sama siapa sekarang?”
“Ga ada..”, aku terdiam kaku. Masih teringat dengan jelas komitmentku dengannya saat kita menjadi sahabat di Medan. Hubungan ini tidak akan pernah menjadi hubungan sepasang kekasih…
Hubungan yang akan menjadi sahabat murni sampai tua, kalau perlu sampai ajal menjemput.
David baru pulang dari Australia kala itu, makin kurus dan kelihatan makin macho dengan kumis tipisnya.
Diam diam jantungku berdebar kencang, tapi ah..tidak boleh…
“Kan sudah sepakat jadi sahabat dari dulunya”.
“Mey?”, David menatap mataku
“Iya.”, aku mulai grogi, takut lelaki ini bisa membaca hatiku.
“Kamu benar benar sendirikan sekarang?”.
“Apaan..”, suaraku makin grogi, duhhh..berasa jadi ABG lagi
“Kamu mau godain aku lagi?, playboymu makin menjadi yah semenjak di Australia?”, aku belum lupa bagaimana dulu cowok ini selalu gampang luluh melihat “cewek bening”.
“Nggak, serius..waktu di Ausi aku sering mikirin kamu, mengingat betapa uniknya kamu, galak banget tapi punya hati yang tulus kalau udah peduli sama orang, ditambah masih virgin kan?, hahaha”, suaranya membahana.
“Dasar, sok tau..”, wajahku memerah.
“Taulah, cowok mana gitu yang berani sama kamu, masih kan?”. Suaranya menggoda.
Hampir kupukul dia dengan sendok garpu ditanganku kalau saja tidak ingat ini tempat ramai. Masih David yang dulu..
“Nggak, kata siapa?”, aku balas menggoda.
“Wah, serius nih, boleh dong?”, godanya semakin nakal.
“Hei serius, bahas topik yang lain aja boleh nggak?, bawa oleh oleh apa dari sana?”. Aku mengalihkan topik sebelum cowok ini makin menjadi jadi..
“Telat nanya oleh oleh, aku sudah dua bulan disini..”, satu yang unik dari cowok ini, dia tidak pernah pakai bahasa “lu” atau “gue” seperti etnis china kebanyakan.
“Iya deh..”
Kembali wajahnya terlihat serius, “Serius Mey, aku nanya..kamu masih sendiri nggak, mau aku kenalin sama temanku?”.
“Emang dijidatku ada tulisan “nggak laku” yah sampe harus dijodoh jodohin..”, wajahku terlihat serius tapi sebenarnya aku hanya sedang bercanda.
“Ya nggak…”, David gelagapan.
“Terus?”.
“Masih sama yah kayak yang dulu?, kayak nggak butuh cowok banget?”, David sedikit serius.
“Eh, kata siapa?, mantanku banyak lagi…”. Aku jujur
“Iya mantanmu banyak, tapi aku tau buat apa buat observasi bahan fiksimu kan?, sumpah ngga ada yang serius kan?”, tebakan David mengena.
“Ayolah Mey, berapa tahun sih kita temenan, aku kenal kamu lahir bathin, alasan kenapa kamu ngga mau nikah sampe umur segini karena kamu terlalu terobsesi jadi penulis, jadi lupa bahwa “relationship” itu penting..”, skak mat…aku benar benar tak berkutik mendengarnya.
“Aku yang ngertiin kamu Mey, dari dulu…cocoknya kamu itu berjodoh sama aku..”. David serius.
“Kamu?, tadi bilangnya mau jodohin, mana yang benar?”, aku mendadak bingung.
David gelagapan “Yaa…ya…maksud aku..”.
“Maksudnya kamu mau isengin aku lagi kan?”, aku mendadak tersinggung dan meninggalkan David sendirian.
Ah..ternyata sekali playboy tetap playboy..
Tiba tiba saja kesedihan terasa sangat mengiris hatiku, diam diam harus kuakui pertemuan malam ini membuatku menyadari aku memang jatuh cinta padanya, aku sangat jatuh cinta padanya.
Tapi jatuh cinta pada David, pemuda kaya lulusan Australia itu jelas langkah yang salah.
Dari dulu aku mengenalnya sebagai bosku, lalu jadi musuh kemudian menjadi sahabat, David memang terkenal sebagai “penakluk”, wajah orientalnya yang memikat ditambah dengan otak cerdas cukup untuk memukau para kaum hawa. Aku masih belum lupa itu.
Beberapa hari kemudian di ym, David memintaku untuk video call, dia masih di Jakarta. Aku menolak dengan mereject berkali kali.
Sebuah message dari David “Please, aku janji tidak akan bahas itu lagi deh..”, aku mengalah.
Aku membuka video call David, rambutnya masih basah terlihat baru mandi.
“Mey, ketemuan yuk, aku kesepian nih..”.
Aku tersenyum melihat raut wajahnya yang memelas.
Akhirnya kupilih ketemuan didekat danau Sunter, dengan alasan lebih dekat kalau balik ke tempat kost.
David tidak rapih seperti biasanya, memakai kaus warna hijau yang kebesaran serta berwarna kusam.
Aku agak geli “,Kok tumben kayak tukang kebun?”, David santai “,Memang habis nyabutin rumput didepan rumah..”, senyumnya manis sekali. Aku sampai terpesona.
“Mey, minggu depan aku udah balik lagi ke Ausi..”. nada suaranya serius.
Mendadak hatiku sedih, rasanya bakal kehilangan sekali
“Iyah..”, hanya itu yang bisa kukatakan.
David menggenggam tanganku, hujan mulai turun rintik rintik. Tapi aku malas berteduh, magnetnya adalah genggaman tangan itu, rasanya tidak ingin melepaskan.
“Kamu suka juga kan sama aku, Mey?”. Aku tidak sanggup mengeluarkan kata kata. Hanya terdiam membisu.
Hujan makin deras, tanpa sadar airmataku juga memanas. David pasti tidak mengetahuinya karena airmataku sudah bercampur dengan hujan.
Tanpa sadar aku memeluknya.
“Mey?”.
“Iya..?”
“Kamu ingat nggak kamu dulu punya cita cita punya rumah kecil, punya taman kecil dengan keluarga yang bahagia?, kita akan mewujudkannya kelak..”. David membisikkannya lembut.
“Vid?”.
“Iya, sayang”.
“Kalau kamu selingkuh, aku bunuh kamu..”, bisikku lembut. David hanya tersenyum “Duh, galaknya kambuh lagi deh..”, tapi mata kami berbicara penuh arti. Dan sejak malam itu kami resmi menjadi sepasang kekasih.
Airmataku menetes mengingat bagian itu, hanya beberapa bulan kami menikmati keindahan dan kebahagiaan itu. David sepulang ke Australia selalu menelponku ke kantor, setiap hari. Kadang aku sampai menegurnya tidak usah terlalu sering menelpon karena biaya telepon yang sangat mahal.
Hingga kemudian David menghilang…..
Dan aku kecewa, David ternyata masih David yang dulu, yang suka menciptakan harapan lalu memupus harapan itu sendiri, harusnya aku tahu itu dari awal.
“Mey, ada khabar dari David?”, Hendrik suka bertanya padaku. Aku kebingungan harus menjawab apa, sms dan teleponku tidak pernah lagi diangkat dan dibalas.
Aku gengsi mengatakan pada Hendrik kalau kami sudah tidak berkomunikasi lagi. Walaupun Hendrik dan David sahabat kental, tapi sebagai sesama lelaki pasti ada hal hal yang saling dirahasiakan.
Tapi kali ini aku merasa perlu jujur..
“David ngga pernah lagi ngangkat teleponku..”.
“Oh ya?”, suara Hendrik dari Cibubur, lelaki itu sempat terpuruk namun kini sudah mulai bangkit lagi dengan bisnis barunya. Aku menemaninya bangkit dari masa masa sulitnya, karena itu hubungan persahabatan kami sangat erat.
“Kamu pernah komunikasi sama David?”, aku berharap ada jawaban yang memuaskan.
“Boro boro Mey, semenjak gw miskin, David kan menghindar, biasalah orang kaya kan suka begitu?”.
“Harusnya David ngga boleh begitu..”, aku sedikit gemas tapi tiba tiba teringat sesuatu, David dulu bukan orang yang seperti itu. David sangat peduli pada orang lain.
Airmataku tertahan, hatiku berontak…David tidak mungkin berubah tiba tiba.
Aku mencoba menelpon David, diangkat..dalam hati aku bersorak..
Tapi…”Mey, nanti aku telpon balik yah, mamanya David lagi di Melbourne, bentar lagi ya sayang?”.
Aku mencoba bijak meski kecewa “,Ya udah, nggak usah telpon kalau lagi sibuk, happy new year yah?”.
Nyatanya dua minggu setelahnya David baru nelpon, itu juga dengan kalimat yang mengejutkan.
“Mey, lagi sibuk?, aku mau ngomong sesuatu yang penting..”.
“Iya Vid..”, sudah dua minggu tidak mendengar suaranya semenjak tahun baru kemarin, rasanya rinduku menyengat.
“Mey, maaf kita tidak bisa bersama lagi, David sudah punya pacar disini..dan disini ada teman David yang sangat baik, namanya Jimmy, dia seumuran David, David ingin menjodohkan kalian berdua, mungkin dialah jodoh Mey, dia bisa ajak Mey tinggal di Melbourne..”, suaranya terdengar innocent.
Aku menangis, rasanya seperti dipukul palu. Sakit sekali..David..memangnya aku ini apa…
Suaraku terisak “Vid, kamu nggak harus seperti ini, kamu kalau mau putusin aku, putusin aja, jangan berfikir seolah olah duniaku akan hancur tanpa kamu..”
“Mey mau atau nggak, kalau ngga mau ngga apa apa, tapi satu hal dia baik dan setia, dia ngga playboy kayak David..”, David masih dengan nada polosnya.
Aku menangis terisak “Nggak usah vid, makasih..nggak papa, jangan pikirkan aku..”.
Aku langsung menelpon Hendrik.
“David jahat banget Hen, dia sudah punya pacar ternyata..”.
“Ya sudah, yang sabar Mey. Mungkin David bukan jodohmu..”.
Aku terduduk lemas dan mereview semuanya, mengingat David yang bisa sampai berkali kali nelpon dalam satu hari, janjinya untuk menemaniku menjelajahi pecinan kota tua pada saat imlek, menemani dan merayakan valentine, ziarah ke makam neneknya di Solo. Semua bullshit..ingin rasanya membencinya.
Dua minggu setelahnya aku sudah mulai bisa menata kembali hidupku walaupun kadang kadang airmataku menetes.
Aku jadi ingin membuktikan pada David, bahwa aku akan menjadi orang yang sukses agar dia tidak akan meremehkanku lagi.
“MyDavid” calling, aku mengangkat.
“Ini Mey yah?”. Suara itu bukan suara David.
“Ini Jimmy, temannya David di Melbourne..”.
“Ada apa Jimmy?,” Firasatku mendadak mengatakan ada sesuatu
“David sebenarnya nggak punya pacar, dia lagi sakit parah..Aku belum bisa cerita apa penyakitnya, tapi sepertinya tidak akan bertahan lama..”. airmataku mendadak tumpah, David..kenapa dia?.
“Banyak hal yang tidak Mey ketahui tentang David Mey, dan mungkin Jimmy juga tidak bisa cerita banyak..nanti kalau ada mukzijat David sembuh, mungkin ada banyak hal yang bisa kalian ceritakan, yang pasti soal penyakit David Jimmy akan kirim khabar via email..”. aku hanya bisa mengangguk sementara airmataku terus menetes.
“Boleh aku bicara dengan David?”, Jimmy meminta izin sebentar pada David,mungkin dengan sedikit diplomasi.
Suara David terdengar bersemangat, tidak seperti orang sakit.
“Vid..?”.
“Iya Mey, gimana sama Jimmy?”. David, aku bisa menangkap getaran suaranya.
“Vid, walaupun kamu sudah punya pacar, boleh nggak aku tetap cinta sama David?”. Aku nekad
“Eeh..”, David gelagapan
“Mey ga mau dengan siapapun , dengan Jimmy atau dengan Justin Bieber sekalipun, Aku mau tunggu David pulang..”, seolah olah aku tidak tahu dengan penyakitnya.
David hanya terdiam, diujung telepon airmataku kembali mengalir.
“Kamu harus sembuh Vid, kamu harus pulang buat ketemu aku..”. dalam hatiku perih.
“Mey, ntar kita telpon telponan ya, David masih banyak kerjaan..”, aku menangkap nada suara yang berbeda getarannya, parau dan seolah menyimpan luka.
“Aku akan berdoa Vid, aku juga akan bekerja keras supaya bisa punya uang kesana, aku akan menemanimu disana, menemanimu hingga sembuh, membangun rumah kecil seperti mimpi kita “,  Janjiku dalam hati.



3 komentar: